Dua kata diatas seakan menjadi obat mujarab bagi para looser atau minimal menjadi penggugah bagi yang terpuruk. Bagaimana tidak, kata percaya yang mengandung makna kekuatan, keteguhan, dan ketegaran perasaan atas sesuatu membuatnya begitu berpengaruh bagi psikologi seseorang. Sedangkan kata kedua, diri, menunjukkan kemandirian self (diri sendiri), kesendirian berlabelkan “berdikari” –berdiri diatas kaki sendiri–. Membuat kedua kata tersebut, PD, kuat –dengan sekuat-kuatnya– membangkitkan yang mati dan memapah yang terjatuh.
Saat seseorang merasa PD, apapun
yang telah dan sedang dihadapinya akan menjadi mudah, kecil bak mikroba di
dalam cawan petri yang tengah dimusnahkan menggunakan sinar ultraviolet. Keyakinan-keyakinan
yang sebelumnya diragukan akan mulai terhimpun dalam jiwa. Semangat-semangat
yang sebelumnya hilang akan mulai terkumpul lagi membentuk kekuatan baja –bahkan
baja terlalu lemah untuk menganalogikannya– super kuat.
Hal ini jadi begitu penting bagi
orang-orang yang membutuhkan (baca: “looser”).
Sempat disinggung oleh Norman Vincent Peale (Seorang motivator berkebangsaan
Amerika) dalam buku “The Power of Plus factor” yang telah diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia, “Dengan PD, seseorang dapat mengaktifkan kekuatan faktor lus.
Dan dengan itulah ia akan mampu berbuat lebih. Melebihi apapun (sebelumnya)…”. Tak
hanya sekedar teori, ia memberikan beberapa contoh riil tentang beberapa kasus.
Mulai kasus kebakaran yang dialami seorang perempuan Arshonpobia (takut api) dan kisah sorang polisi yang “memperbaiki”
hidupnya pasca lumpuh.[1]
Implementasi
Mendekati area realitas dewasa
ini, rasanya PD menjadi amat penting bagi keterpurukan bangsa kita ini. Entah krisis
apapun yang tengah kita hadapi, bangsa butuh semangat baru. Untuk bangkit
menatap masa depan yang tentunya lebih cerah. Bukan seperti sekarang ini, yang
sakit-sakitan. Terkapar. Salah satu “jamu” mujarab yang sanggup membantu
penyembuhannya adalah “PD” tadi. Tak memilih lagi. Entah dari tingkatan
terbawah sampai teratas, rasanya perlu memupuk jiwa PD dalam jiwa. Berbagai bidangpun
jadi area yang secara niscaya harus dijamah oleh PD.
Mulai pejabatnya –si empu politik–,
harus PD untuk bertindak jujur. Galakkan ANTI KORUPSI. Kemudian dari masyarakat
–penguasa social–, juga dengan serentak mengatakan, ANTI KOLUSI. Entah adzab
apa ini, berdasarkan survey “tertutup” oleh intelejen badan tindak KKN, lebih
dari 70% kasus antara rakyat (jelata) dan pejabat pemerintahan berakhir di
buaian mas kolusi. Mulai dari kasus
persengketaan tanah, penggelapan uang, sampai pelegalan tempat hiburan. KUHP
(Karena Uang Habis Perkara) benar-benar membumi selama ini. Yang ketiga,
realisasikan pula ANTI NEPOTISME, yang banyak terjadi di kalangan pengusaha. Para
penguasa ekonomi dengan bermilyar-milyar “halusinasi”. Dengan entengnya
berkata, “itu win win solution”. Sangat penting kiranya mengendalikan sector yang
satu ini.
Kemudian, yang terakhir, lapisan
pelajar, sebagai salah satu –sangat– sentral juga, harus mampu secara PD menolak ketiganya.
Bukan tanpa cara. Banyak cara yang dapat dilakukannya. Memanamkan dalam diri
masing-masing tentang pengertian dan pendidikan anti-KKN. Memahami segala
bentuk bahasa dan bahaya KKN. Menjadi garda depan dalam menepis dan
mengantisipasi praktek KKN di area lembaga pendidikan juga menjadi amat
penting.
Masalah
Tentu. Dalam memprakekkan tujuan
ini tidaklah mudah. Banyak halangan atau lebih tepatnya “godaan” yang datang. Namn
kembali pada inti tulisan tadi, PD datang sebagai alat pembasmi godaat-godaaan
tersebut. Memang KKN adalah kondisi terpuruk –sekali–. Entah apa yang menjadi
halangan bagi kita semua untuk mengenyahkannya dan menghilangkannya, namun yang
jelas, seperti dilansir dalam buku, “Koruptor itu Kafir”, bahwa korupsi bukan
hanya kejahatan (keterpurukan) biasa, namun sudah termasuk extraordinary. Menjadi sangat tragis memang. Dari situ, kita butuh “mukjizat”
PD. ….
Katakan TIDAK untuk
KORUPSI, KOLUSI, dan NEPOTISME.
2 Response to "Mukjizat Percaya Diri untuk Tolak KKN"
Appreciatee your blog post
BalasThankks for this blog post
Balas