Find, do, and show your life

Banner 468 x 60

Loading...

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI PAUD PERMATA BUNDA KECAMATAN MAYONG KABUPATEN JEPARA

Penulis: Latifatun Na'mah, S.Fil.I
(Mahasiswa Pascasarjana PBSI Universitas PGRI Semarang)

I.      PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Berdasar pada aspek linguistik terdapat istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia yang disebut kedwibahasaan berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa, masyarakat tutur yang terbuka dan mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, tentu akan mengalami apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya. Dengan adanya ragam komunikasi berupa dwibahasa sehingga melahirkan alih kode dan campur kode. Sedangkan proses penggunaan sistem bahasa tertentu pada bahasa lainnya disebut transfer.

Bahasa yang memiliki peran sebagai sarana komunikasi, pada dasarnya hal tersebut merupakan kegiatan interaksi dan komunikasi tidak akan berjalan dengan baik dan benar tanpa adanya bahasa sebagai alat yang digunakan dalam melakukan dua kegiatan tersebut. Menurut (Kridalaksana, 2008) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Sistem lambang bunyi ini sangat berguna karena tanpanya, seseorang tidak akan mampu mengekspresikan diri dan kemauannya kepada orang lain.

Pada setiap pembelajaran yang berlangsung dapat dipastikan media yang digunakan sebagai transfer ilmu yakni menggunakan bahasa. Menjadi hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa guru dan murid seringkali terjadi komunikasi timbal balik dengan menggunakan lebih dari 1 bahasa yang digunakan. Kondisi semacam itu terjadi karena adanya harapan agar dapat dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan yang disampaikan adapula karena minimnya kosakata yang dimiliki. Pada saat proses transfer ilmu itulah terjadi tuturan kalimat yang seringkali tanpa disengaja muncul alih dan campur kode guna memperoleh pemahaman yang utuh. Terjadinya hal tersebut karena kebiasaan yang sering diucapkan sehingga menjadi melekat pada ingatan setiap individu.

Hal itu terjadi pada pos paud Permata Bunda kecamatan Mayong kabupaten Jepara. Disampaikan oleh salah seorang guru yang menjelaskan bahwa banyak diantara anak didik mereka yang menggunakan dwibahasa atau bahkan multi bahasa dalam percakapan kesehariannya. Namun demikian, dipungkiri atau tidak, banyak diantara anak didik saat ini yang memiliki kemampuan Bahasa lebih dari satu. Pemerolehan Bahasa pada anak usia dini memang akan berperngaruh besar pasa saat ia beranjak remaja hingga dewasa, meski adapula yang akan menambah kemampuan berbahasa maupun tetap tanpa ada perkembangan.

Disampaikan juga bahwa siswa-siswi di Permata Bunda tidak semua berasal dari lingkungan sama, sehingga dapat dipastikan adanya kemampuan berbahasa dan kepemilikan kosakata yang beraneka ragam. Hal tersebut tidak mengurangi esendi dalam berkomunikasi asalkan diantara penutur dan lawan bicara memiliki kesatuan pemahaman. Tidak sedikit anak yang senang menggunakan Bahasa Indonesia, Bahasa jawa hingga Inggris. Hal semacam itu memang terkadang dapat menjadi kendala dalam menyalurkan informasi. Sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis model alih dan campur kode pada siswa Paud Permata Bunda yang beranekaragam itu, serta berupaya mengambil makna yang dapat dijadikan sebagai hasil penelitian yang mampu berkontribusi pada bidang pendidikan khususnya dalam hal penggunaan bahasa dalam bertutur kata.

B.    Kajian Teoritis

1.     Alih Kode

Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang ada di dalam masyarakat sosial (Nababan, 1984). Nababan berpendapat bahwa sosiolinguistik merupakan kajian bahasa terkait dengan masyarakat, sehingga dapat disimpulkan bahwa  sosiolinguistik  adalah  bahasa  yang  berkaitan  dengan anggota masyarakat.

Sedangkan kode adalah suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya memiliki ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra tutur, dan situasi tutur yang ada yang biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai untuk berkomunikasi oleh anggota suatu masyarakat bahasa Poedjosoedarmo dalam Sumadi (2012). Kode dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu sistem tutur yang berwujud bahasa dengan berbagai variannya yang digunakan untuk berkomunikasi. Bahasa dalam pemakaiannya tidak diamati secara individu akan tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat Fishman dalam Yulianti (2015), sehingga penggunaan bahasa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional seperti berbicara dengan siapa, siapa yang berbicara, dengan apa, kapan, di mana, dan tentang apa. Selain itu, status sosial, usia, tingkat pendidikan dan sebagainya juga dianggap sebagai faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa.

Appel (dalam Chaer 1976:79) mendefinisikan alih kode sebagai “gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”. Kridalaksana (2008:7) setuju dengan pendapat ini dan menambahkan bahwa alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipasi lain. Seperti dinyatakan oleh Hymes (1974:103) alih kode dapat terjadi tidak hanya antarbahasa, namun juga dapat dilakukan antar ragam-ragam atau gayagaya yang terdapat dalam suatu bahasa, atau bahkan dalam gaya yang terdapat pada suatu bahasa.

Ohoiwutun menyatakan  (dalam  Aprilia,  2009:26)  alih  kode  yaitu  peralihan  dari bahasa  nasional atau dari dialek yang satu ke dialek yang lainnya. Misalnya “anak-anak  semalam sudah  pada  belajar atau belum?” jawaban anak “uwis bu” “sudah bu” kalimat di atas menyatakan   peristiwa   alih   kode.   Kalimat   yang   digunakan   anak-anak   berbeda dengan  kalimat  sebelumnya  atau  kalimat pertanyaan  dari  guru  yang  menggunakan bahasa  Indonesia  sedangkan  jawaban  si  anak  menggunakan  bahasa  Jawa  Ngoko.

Pietro menyatakan bahwa “Code switching is the use of more than one language by communicants in the execution of a speech act” (alih kode terjadi dalam suatu tuturan yang menggunakan lebih dari satu bahasa)”. Sementara Wardhaugh membedakan alih kode atas dua bagian, yaitu situational code- switching dan metaporical code-switching. Situational code-switching terjadi bila bahasa yang digunakan berubah sesuai dengan situasi tempat para penutur berada. Mereka berbicara dalam suatu bahasa dalam suatu situasi dan dalam bahasa yang lain pada situasi yang lain pula. Dalam hal ini tidak terjadi perubahan topik. Jika suatu topik menghendaki perubahan bahasa yang digunakan, maka alih kode yang terjadi disebut metaporical code-switching”. Selanjutnya, Soewito membedakan adanya dua macam alih kode yaitu, alih kode intern dan alih kode ekstern. Alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya, sedangkan alih kode ekstern adalah alih kode terjadi antara bahasa sendiri (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal reportoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.

Beberapa penyebab alih kode diantaranya;

a.     Pembicara atau penutur

Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan “keuntungan” atau “manfaat” dari tindakannya itu. Alih kode untuk memperoleh „keuntungan” ini biasanya dilakukan oleh si penutur yang dalam peristiwa tutur itu mengharapkan bantuan lawan tuturnya.

b.     Pendengar atau lawan tutur

Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur itu. Dalam hal lain biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena memang mungkin bukan bahasa pertamanya.

c.     Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga

Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode.

d.     Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya

Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur terjadi untuk menyesuaikan diri dengan peran, atau adannya tujuan tertentu.

e.     Perubahan topik pembicaraan

Berubahnya topik pembicaraan dapat juga menyebabkan terjadinya alih kode, perpindahan topik yang menyebabkan terjadinya perubahan situasi dari situasi formal menjadi situasi tidak formal merupakan penyebab ganda. Di samping perubahan situasi, setiap bahasa dan ragam-ragamnya itu mempunyai fungsi pemakaian tertentu.

Fishman dalam Chaer dan Agustina (Chaer, 2010) menjelaskan terkait hal yang sama yakni penyebab alih kode secara umum ialah (a) pembicara, seorang pembicara seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan “keuntungan” dari tindakannya, (b) lawan pembicara, lawan bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena penutur ingin mengimbangi kemampun berbahasa si lawan tutur, (c) kehadiran orang ketiga yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama, (d) perubahan situasi bicara, (e) berubahnya topik pembicaraan

2.     Campur Kode

Peristiwa campur kode terjadi apabila seorang penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerah ataupun memasukkan unsur-unsur bahasa asing ke dalam pembicaraan bahasa Indonesianya tersebut. Dengan kata lain, seseorang yang berbicara dengan kode utama bahasa Indonesia yang mempunyai fungsi keotonomiannya, sedangkan kode bahasa daerah atau bahasa asing yang terlibat dalam kode utama tersebut merupakan serpihan- serpihan saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode Aslinda dan Syafyahya (2007) dalam (Nugroho, 2011). Campur kode merupakan pencampuran (mixing) dalam komunikasi yang dikembangkan oleh seorang penutur bilingual atau multilingual yang melibatkan penggunaan unsur-unsur bahasa X dalam suatu ujaran bahasa Y, Campur kode terjadi begitu saja tanpa motivasi yang jelas dan faktor penyebab yang jelas pula, campur kode pada umumnya terjadi dalam suasana santai atau dapat terjadi karena faktor kebiasaan (Mustikawati, 2015). Dalam situasi berbahasa formal, sangatlah jarang terjadi campur kode dalam peristiwa tuturnya. Kalaupun ada peristiwa campur kode dalam keadaan tersebut, hal itu dikarenakan tidak adanya kata atau ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang dipakainya. Sehingga perlu memakai kata ataupun ungkapan dari bahasa daerah atau bahkan bahasa asing Nababan (1984) dalam Nugroho (2011). Sementara itu, Wardani (2017) juga menyatakan bahwa campur kode terjadi Ketika penutur menggunakan tuturan dengan disisipi bahasa lain. Secara sederhana, campur kode diartikan sebagai suatu gejala pencampuran pemakaian bahasa karena berubahnya situasi tutur.

Sedangkan campur kode menurut Kachru (dalam Hermaji, 2016:77) mengemukakan bahwa   campur   kode   merupakan  penggunaan   dua   bahasa  secara   bersama  danmemasukan unsur bahasa lain di dalam percakapan. Misalnya “Tadi aku mandi dewe, Bu Guru” “Tadi saya mandi sendiri Bu Guru”. Pada kalimat tersebut terdapat campur kode di mana adanya dua bahasa yang saling dimasukan unsur kebahasaan dari bahasa Indonesia kedalam bahasa Jawa.

Dari beberapa pendapat dan pandangan para ahli mengenai campur kode dapat disimpulkan bahwa campur kode merupakan peristiwa penggunaan bahasa atau unsur bahasa lain ke dalam suatu bahasa atau peristiwa pencampuran bahasa atau seorang penutur yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Peristiwa campur kode dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari pada saat melakukan interaksi.

Terjadinya campur kode biasanya disebabkan oleh tidak adanya padanan kata dalam bahasa yang digunakan untuk menyatakan suatu maksud. Sesuai dengan kesimpulan di atas, keterkaitan teori campur kode dengan penelitian ini mencakup campur kode bahasa Jawa dan beberapa bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di Paud Permata Bunda Mayong Jepara.

Data dan Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode simak. Pada penelitian ini, data dikumpulkan dalam bentuk pengambilan data primer. Agar peneliti dapat melakukan analisis data, terlebih dahulu dipersiapkan instrumen dan juga tahap pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manusia tepatnya peneliti sendiri sebagai pelaku seluruh penelitian dan juga alat-alat perekam serta catatan lapangan.

Studi ini melibatkan kerja lapangan yang sebenarnya. Menurut (Sukardi, 2003), situs penelitian ialah tempat para sarjana melaksanakan penyelidikan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan  mendesak.  Untuk memastikan memiliki  informasi  yang  lengkap  dan  benar, peneliti mengunjungi PAUD Permata Bunda yang beralamat di Jl. Pesantren Desa Mayonglor Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara Jawa Tengah 59465. Sebuah sekolah formal yang konsentrasi pada pendidikan anak usia dini ini, dikepalai oleh Lathifah Hikmawati, S.Pd dengan jumlah guru dan tenaga administrasi seluruhnya berjumlah 5 orang, sedangkan jumlah siswa-siswi 52 orang. Dikatakan oleh kepala Paud bahwa terdapat 1 anak yang tidak berasal dari pulau Jawa, ia berasal dari Madura yang merantau Bersama keluarganya di Jepara. Hal tersebut, sering terjadi kesalahpahaman pemaknaan Bahasa pada saat berkomunikasi dengan sesame temannya.

Karena penelitian ini akan mendeskripsikan alih kode dan campur kode dalam tuturan anak  sekolah,  khususnya  anak  PAUD,  yang  tuturannya  masih  dalam  proses  pengembangan, maka dipilihlah pendekatan penelitian deskriptif kualitatif.Istilah "desain penelitian" mengacu pada cetak biru yang berfungsi sebagai panduan saat  mengumpulkan  data  untuk  penelitian.  Dengan  menggunakan  pendekatan  penelitian deskriptif  kualitatif,  penelitian  ini  membahas  dan  memberikan  penjelasan  tentang  terjadinya alih  kode  dan  campur  kode  dalam  interaksi  pembelajaran  di  PAUD Permata Bunda Desa Mayonglor Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. Penelitian ini menggunakan pendekatan mahir dan metode observasi. Metode seperti menonton dan mendengarkan dianggap sebagai bentuk observasi. Tim peneliti menggunakan free-involved   listening   technique, serta   prosedur   pencatatan   dan   pencocokan (Kesuma, 2007), untuk metodologi mendengarkan mereka.

Dalam  pekerjaan  ini,  kami  menggunakan  model  Miles  dan  Huberman  untuk  analisis data, yang memerlukan prosedur berikut:

1.     Reduksi Data Reduksi informasi  dilakukan  dengan  meringkas.  Mengurangi  jumlah  data  yang dikumpulkan   dapat   membantu   peneliti   menyajikan   gambaran   yang   lebih   jelas   dan merampingkan pekerjaan mereka.

2.     Penyajian Data Tahap  selanjutnya  setelah  reduksi  data ialah penyajian  data.  Penyajian  data bertujuan  untuk  “memberikan  gambaran  tentang  data  dengan  cara  menyusun  dan mengelompokkan data sehingga diperoleh bentuk nyata dari sumber data”  (Sukardi, 2003),   menjadikan   data   lebih   mudah   diakses   oleh   peneliti   dan   siapa   saja   yang berkepentingan.  hasil  penelitian.  Menemukan  ucapan-ucapan  yang  dapat  dikategorikan menurut  banyak  jenis  dan  tujuan  alih  kode  dan  campur  kode,  serta  variabel  yang berkontribusi  terhadap  terjadinya  alihkode  dan  campur  kode, ialahtujuan  utama  dari penelitian ini.

3.     Verifikasi Setelah reduksi data dan display data, proses selanjutnya ialah:

a)    Mengurutkan informasi yang telah dikategorikan menurut isinya,

b)    Melaksanakan  pengkodean, yang memerlukan pemberian  kode  khusus ke  data  untuk memberi label dengan konteks,

c)     Alih kode dan campur kode dianalisis dari segi sebab-sebabnya, akibat-akibatnya, serta berbagai bentuk dan tujuannya.

d)    Menerangkan secara singkat apa yang dipelajari melalui penelitian.

Penulisan data dilakukan dengan cara memisahkan antara alih kode dan campur kode dengan beberapa pembagian seperti Pra KBM dan saat KBM. Berikut data alih kode dan campur kode yang ditemukan pada penelitian di PAUD Permata Bunda;

1.     Data 1 Pada kegiatan senam

Guru: “Sana turun dulu karo kanca-kancane, senam”

2.     Data 2 pada Kegiatan Salaman

Guru: “Ayo baris cah…”

Siswa: “Iya bu…”

Guru: “Ayo kene, mene-mene copot dulu baru taruh sana..”

Siswa: “Iya bu..”

Guru: “Milih sik milih sik, milih dulu..”

Siswa: “Bar iki lapo bu?”

Guru: “Langsung masuk langsung duduk.”

Guru awalnya mengajak bersalaman secara berurutan dengan berbaris terlebih dahulu, disiapkan, dan dibariskan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kemudian terdengar seorang guru berkata menggunakan bahasa Jawa untuk mempertegas intruksinya. Alih kode dan campur kode yang terjadi tidak dapat dihindari karena anak-anak usia dini secara alami belum mampu diajak menyesuaiakan bahasa baku yang seharusnya digunakan pada saat pembelajaran. Pada percakapan tersebut terdapat banyak alih kode, namun ada juga campur kode pada kalimat “Ayo kene, mene-mene copot dulu baru taruh sana..” pada dasarnya guru sudah mulai memancing agar anak menjawab dengan menggunakan bahasa Indonesia, namun yang terjadi sebaliknya, anak tetap kembali menjawab dengan bahasa Jawa.

3.     Data 3 awal pembelajaran

Guru: “Ayo anak-anak duduk yang rapi”

Ketika terlihat ada anak yang duduk ditengah pintu, tiba-tiba ibu guru berkata;

Guru: “Ojo ning lawang. Mulai pintu iki gak oleh !”

Sebuah kalimat larangan yang diucapkan dengan menggunakan bahasa Jawa dan berupa alih kode dari mulanya bahasa Indonesia lalu seketika berubah ke bahasa Jawa.

4.     Data 4 datangnya orang ketiga

Guru kedatangan guru lain bertanya menggunakan bahasa jawa, terkait berapa jumlah murid yang berangkat, kemudian secara langsung guru yang sedang mengajar tersebut menjawab mengunakan bahasa Jawa pula.

Guru Lain                : “Muride sing mangkat pira?”

Guru yang mengajar: “Siji, loro, telu, papat, lima, nem, pitu, wolu, sanga, sepuluh, dan seterusnya.”                

Siswa menirukan: “Siji, loro, telu, papat, lima, nem, pitu, wolu, sanga, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas,”

Kedatangan orang ketiga menjadi salah satu penyebab adanya peralihan dan pencampuran kode. Agar tidak dianggap terlalu resmi, maka yang menjadi lawan bicara juga menjawab dengan menggunakan bahasa jawa.

5.     Data 5 kegiatan di dalam kelas dan sebelum berdo’a

Guru: “Ayo duduk sing apik yuk..”

Kalimat ajakan yang dicampuri dengan bahasa jawa oleh guru dengan tujuan menertibkan siswanya.

 

Murid: “Bu ada semut”

Guru: “Yowis rapopo semut rapopo, engko semute mlayu”.

Ketika murid lapor ada semut dengan menggunakan bahasa Indonesia, guru menjawab dengan bahasa Jawa, hal ini terjadilah alih kode secara penuh pada satu kalimat.

 

Guru: “Semuanya ayo duduk, duduk sing apik

Guru: “Mas adit mau pipis

Siswa: “Aku juga mau pipis bu”

Campur kode yang masih berlanjut pada saat guru menertibkan siswanya ntuk bisa duduk agar segera mulai berdo’a. Namun tiba-tiba ada seorang siswa yang berkata ingin buang air kecil namun kata yang dipilih “pipis” sebuah campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa.

6.     Data 6 kegiatan menyapa teman

Kegiatan menyapa teman ini dilakukan secara berututan dan bergantian, tiba-tiba pada saat giliran salah seorang siswa terlihat dia tidak siap melanjutkan kegiatan menyapa, sehingga guru menegurnya dengan menggunakan alih kode.

Guru: “Lhoo ogak fokus ra?”

Guru: “Arsyad kono aja ganggu kancane”.

 

Selanjutnya guru melakukan pemberian salam dengan menggunakan beberapa bahasa;

Guru: “Good morning

Siswa: “Morning

Guru: “How are you?”

Siswa: “I am fine

Guru: “Sugeng enjing

Siswa: “Enjing

Guru: “Pripun kabare

Siswa: “Sae

Guru: “Siapa teman kita yang tidak berangkat ya?”

Siswa: “Piye bu?”

Guru: “Yang gak berangkat iku sing gak sekolah”

Pada proses penyampaian salam itu terjadi alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan bahasa Jawa. Disesuaikan dengan tujuan untuk mengenalkan bahasa asing kepada anak usia dini.

 

7.     Data 7 kegiatan Cuci tangan

Siswa: “Waduh panase”

siswa: “Wis adeeem”

Guru: “Maeme kudu habis tah”

Siswa: “Tolong benerke bu”

Guru: “Opone? Wis angger dibawa masuk sik, dibawa ati-ati”

Siswa: “Bu Gigiku sakit”

Guru: “Diambil sing gampang wae”

Guru: “Aja ning pinggir nek gledak”.

Data ke 7 ini menunjukkan adanya alih dan campur kode yang cukup banyak dikarenakan kondisi siswa yang terlihat mulai kerepotan dengan beberapa hal yang harus mereka lakukan.

 

 

8.     Data 8 Saat membantu guru menyapu

Siswa: “Tiap hari aku bantuin ibu ambil ekrak”

Guru: “Hebat”

Siswa: “Aku bantuin masak”

Guru: “Masak opo?”

Siswa: “Masak iwak”

Pada percakapn ini awal mulanya guru secara engkap menggunakan bahasa Indonesia, namun siswa memiliki kebingungan dalam menggunakan kata dalam bahasa Indonesia, telihat pada kata “iwak” yang seharusnya disebutkan “ikan” sesuai kaidah bahasa Indonesia, namun anak masih tidak mampu mengucapkannya dengan baik.

 

9.     Data 9 Saat akan dimulai KBM dan masih ada yang makan

Guru: “Ayo mbak Kiana waktu maem wis habis”

Guru: “Gak usah royokan gak usah”.

Terdapat seorang siswa yang masih belum mengikuti kegiatan belajar sehingga guru menegur dengan menggunakan campur kode bahasa Jawa dan sempat pula menegur dengan alih kode kedaam bahasa Jawa.

 

10. Data 10 Pembelajaran Kelas B, Guru Bu RD

Materi binatang darat dan makanannya

Siswa: “Lompat itu ngene”.

Siswa lain: “Iku jengene kodok”

Guru: “Kelinci punya apa ini?”

Siswa: “Brengos”

Guru: “Brengos itu apa? Kumis”

Kesulitan menyebutkan beberapa anggota tubuh hewan kelinci dialami siswa, sehingga mereka menyebutkan dengan menggunakan bahasa Jawa, namun secara sigap guru membantu menjelaskan dan mengenalkan kedalam bahasa Indonesia.

 

11. Data 11 Pembelajaran Kelas A, Guru Bu LH dan Bu DK

Materi Binatang darat (kelinci) dan makanannya

Guru: “Mas Vano didengarkan, gak krungu lho”

Guru: “Kelincinya dijapit gini nanti jadi ada 3”

Guru: “Selanjutnya ayo jejer-jejer yuk”.

Guru: “Ada 2 permainan; boleh mewarnai dan menjapit. Yang mewarnai ambil crayon yang menjapit ambil ini”.

Percakapan yang berisi perintah kepada siswa untuk melaksanakan tugas, namun guru melakukan campur kode pada beberapa kata seperti “japit” yang seharusnya “capit” hal ini ditujukan agar siswa lebih memahami intruksi yang ingin disampaikan guru.

 

II.              SIMPULAN

Peristiwa alih kode dan campur kode dapat terjadi dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Dilihat dari sudut arah, alih kode dapat berupa bahasa Indonesia ke bahasa jawa atau sebaliknya, alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa jawa, alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Campur kode dari sudut bentuk dapat berupa klausa atau kalimat, frasa atau kata, campur kode bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia, campur kode bahasa Indonesia dalam bahasa jawa, campur kode bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Gejala alih kode dari segi bentuk dapat terjadi alih bahasa atau ke alih ragam, bisa juga terjadi dari alih ragam ke alih bahasa.

Temuan pada penelitian yang dilakukan di PAUD Permata Bunda ini menunjukkan adanya perbedaan jumlah antara alih kode dan campur kode yang tidak seimbang. Berdasar pada data yang ada jumlah alih kode lebih dominan dibandingkan dengan jumlah terjadinya campur kode. Sedangkan temuan lain terkait penggunaan bahasa Indonesia yaitu pada kelas B penggunaan bahasa Indonesia secara intensitas jauh lebih baik dibandingkan dengan kelas A yang memang masih sangat sulit untuk dikondisikan dan lebih banyak memahami bahasa jawa. Selain itu, temuan pada guru yang cenderung meggunakan alih bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa adalah guru dengan inisial DK dan IH, sedangkan 2 orang guru lainnya yaitu LH dan RD sudah menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan lancar dengan catatan anak-anak mampu menjawab apa yang menjadi pertanyaan ataupun memberikan umpan balik pada guru pada saat dilakukan komunikasi.

Adapun kontribusi atau tujuan adanya penelitian ini yakni untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menilai penggunaan alih dan campur kode pada pembelajara anak usia dini. Alih kode dan campur kode pada anak usia dini sangat tidak bisa dihindari karena beberapa hal salah satunya yaitu untuk memberi pemahaman terhadap anak didiknya. Meski demikian, seringnya penggunaan alih dan campur kode pada saat kegiatan belajar mengajar, akan mengurangi entitas dari bahasa Indonesia itu sendiir sebagai bahasa formal.

Sehingga, dapat diberikan saran terhadap guru PAUD Permata Bunda khususnya dan umum kepada setiap pendidik pada anak-anak usia dini untuk dapat memilih kosakata yang menarik dan paling mudah, agar anak-anak mampu memahami dan mengingat sehingga dikemudian hari dapat meniru dalam penggunaan percakapan lainnya. Selain itu juga dapat diajak bermain tebak kata dengan model peralihan kata dari bahasa jawa ke bahasa Indonesia, bahasa Inggris ke Indonesia dan sebaliknya.

Daftar Pustaka

 

Chaer, A. d. ( 2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Kesuma, T. M. (2007). Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatibooks.

Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik (edisi keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nababan. (1984). Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Nugroho, A. (2011). Alih Kode dan Campur Kode Pada Komunikasi Guru-Siswa di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten. Yogyakarta: Universitas Negeri YOGYAKARTA.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara.

 Riadi,    Bambang.    2017. “Variasi  Kode  Pada  Tuturan  Masyarakat  Jawa  di Gedongtataan”.Asara Jurnal Bahasa dan Sastra. Online: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/aksara/article/view/13588

 

Mustikawati, D. A. (2016). “Alih kode dan campur kode antara penjual dan pembeli (Analisis pembelajaran berbahasa melalui studi sosiolinguistik).” Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran, 2(2), 23-32

https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/39902/1/Alih.pdf

https://journal.upy.ac.id/index.php/skripta/article/view/900/711

https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/8041/6588

https://media.neliti.com/media/publications/155919-ID-alih-kode-dan-campur-kode-dalam-pembelaj.pdf

https://jurnal.uns.ac.id/Basastra/article/viewFile/37780/pdf

  

Next
This is the most recent post.
Previous
Older Post

0 Response to "ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI PAUD PERMATA BUNDA KECAMATAN MAYONG KABUPATEN JEPARA"

  • Berkomentarlah dengan sopan dan bijak sesuai dengan isi konten.
  • Komentar yang tidak diperlukan oleh pembaca lain [spam] akan segera dihapus.
  • Apabila artikel yang berjudul "ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI PAUD PERMATA BUNDA KECAMATAN MAYONG KABUPATEN JEPARA" ini bermanfaat, share ke jejaring sosial.
Konversi Kode