Find, do, and show your life

Banner 468 x 60

Loading...

Kontribusi Psikolinguistik pada Pemerolehan Bahasa Anak pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

 

Penulis: Latifatun Na'mah, S.Fil.I
(Mahasiswa Pascasarjana PBSI Universitas PGRI Semarang)


A.  Pendahuluan

    Secara fitrah, bahasa merupakan salah satu kebutuhan dasar (primer) yang harus dimiliki oleh manusia, baik bahasa verbal maupun nonverbal (bahasa nonverbal menjadi primer bagi kaum difabel seperti tunarungu, tunanetra, dan tunawicara), untuk berkomunikasi. Sebab sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan adanya kehadiran manusia lain untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan sosialnya. Proses pemenuhan kebutuhan tersebut memerlukan interaksi melalui adanya media bahasa. Hal tersebut selaras dengan yang diungkapkan oleh Kridalaksana (dalam Aslinda dan Leni Syafyahya, 2010) bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.

    Anak akan mampu berbahasa apapun asalkan bahasa tersebut diajarkan. Sehingga Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika, 2009), perkembangan bahasa anak terdiri atas sepuluh tahapan, yaitu pada usia 0,3 tahun (tahap meraban); usia 0,9 tahun (tahap terdapat intonasi dalam ucapannya); usia 1 tahun (mengucapkan satu kata dengan cukup baik); usia 1,3 tahun (senang mendengarkan kata-kata dan belajar mengucapkan sebanyak-banyaknya); 1,8 tahun (mengucapkan 2-3 kata dengan baik); usia 2 tahun (mengucapkan empat kata, belajar merangkai maknanya serta membuat kalimat negatif, dan pengucapan vokal hampir seluruhnya sempurna); usia 5 tahun (konstruksi morfologis sempurna); dan usia 10 tahun (telah matang berbicara).

    Bahasa merupakan salah satu sendi terpenting dalam kehidupan setiap orang. Setiap mereka tentu saja tidak terlepas dari bahasa. Pertama kali seorang anak memperoleh bahasa adalah yang didengarkan langsung dari bapak atau ibu sewaktu anak tersebut terlahir ke dunia ini. Kemudian seiring berjalannya waktu dan seiring pertumbuhan si anak maka mereka akan memeroleh bahasa selain bahasa yang diajarkan ibu bapaknya itu baik berupa bahasa kedua, ketiga, bahasa Asing ataupun seterusnya yang disebut dengan akuisisi bahasa (language acquisition) dimana hal tersebut tergantung dengan lingkungan sosial dan tingkat kognitif yang dimiliki oleh anak tersebut melalui proses pembelajaran di lingkungannya.

    Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat menakjubkan terlebih dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki oleh seorang anak tanpa ada pembelajaran khusus bahasa tersebut kepada mereka. Seperti halnya seorang bayi, hanya akan merespon ujaran-ujaran yang sering didengarnya dari lingkungan sekitar terlebih ujaran dari seorang ibu yang sangat sering didengar oleh anak tersebut. Atau seseorang yang selalu bersama-sama dengannya. Bahasan mengenai pemerolehan bahasa berkaitan erat dengan bagaimana manusia dapat menyampaikan dan kemudian memahami ujaran orang lain. Manusia hanya dapat memproduksi ujaran apabila dia memahami aturan-aturan yang harus diikuti yang dia peroleh sejak kecil.

    Kajian psikolinguistik nampaknya sangat tepat untuk digunakan dalam pembahasan ini, karena psikolinguistik berusaha memahami bagaimana bahasa tersebut diproduksi oleh anak dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu, bidang ilmu fonologi merupakan bidang penelitian dasar yang tepat untuk mengkaji struktur suatu bahasa, terutama bagaimana cara anak untuk menghasilkan suatu bunyi dengan alat ucapnya, yang masih pada tahap awal kebahasaannya. Maka dari itu penulis akan mencoba menguraikan terkait kontribusi yang diberikan psikolinguistik pada pemerolehan bahasa anak berikut ini.

 

B.  Pembahasan

    Gagasan kemunculan psikolinguistik pada dasarnya sudah ada sejak tahun 1952, yaitu sejak Social Science Research Council di Amerika Serikat mengundang tiga orang linguis dan tiga orang psikolog untuk mengadakan konferensi interdisipliner. Secara formal istilah Psikolinguistik digunakan sejak tahun 1954 oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. sebeok dalam karyanya berjudul sycholinguistics, A Survey of Theory and Research problems. Sejak itu istilah tersebut sering digunakan. Psikolinguistik merupakan interdisiplin antara Linguistik dan Psikologi. Karena itu, dalam membahas pengertian Psikolinguistik, terlebih dahulu penulis akan berdasar pada pengertian ilmu-ilmu tersebut. Psikologi berasal dari Bahasa Inggris pscychology. Kata pscychology berasal dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa. Pengertian Psikologi sebagai ilmu jiwa dipakai ketika Psikologi masih berada atau merupakan bagian dari filsafat, bahkan dalam kepustakaan kita pada tahun 50-an ilmu jiwa lazim dipakai sebagai padanan Psikologi. Kini dengan berbagai alasan tertentu (misalnya timbulnya konotasi bahwa Psikologi langsung menyelidiki jiwa) istilah ilmu jiwa tidak dipakai lagi.

    Pergeseran atau perubahan pengertian yang tentunya berkonsekuensi pada objek Psikologi sendiri tadi tentu saja berdasar pada perkembangan pemikiran para peminatnya. Bruno (Syah, 1995: 8) secara rinci mengemukakan pengertian Psikologi dalam tiga bagian yang pada prinsipnya saling berhubungan. Pertama, Psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua, Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. Ketiga, Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku organisme.

    Pengertian pertama merupakan definisi yang paling kuno dan klasik (bersejarah) yang berhubungan dengan filsafat Plato (427± 347 SM) dan Aristoteles (384±322 SM). Mereka

menganggap bahwa kesadaran manusia berhubungan dengan ruhnya. Karena itu, studi

mengenai kesadaran dan proses mental manusia pun merupakan bagian dari studi mengenai ruh. Ketika Pikologi melepaskan diri dari filsafat sebagai induknya dan menjadi ilmu yang mandiri pada tahun 1879, yaitu saat Wiliam Wundt (1832 ±1920) mendirikan laboratorium pskologinya, ruh tersebut dikeluarkan dari studi psikologi.

    Para ahli, di antaranya William James (1842±1910) sehingga pendapat kedua menyatakan bahwa psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental lalu pengertian ketiga dikemukakan J.B. Watson (1878±1958) sebagai tokoh yang radikal yang tidak puas dengan definisi tadi lalu beliau mendefinisikan Psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) organisme. Selain itu, Watson sendiri menafikan (menganggap tidak ada) eksistensi ruh dan kehidupan mental. Eksistensi ruh dan kehidupan internal manusia menurut Watson dan kawan-kawannya tidak dapat dibuktikan karena sesungguhnya hal tersebut tidak ada, kecuali dalam hayalan belaka.

    Sejalan dengan hal itu, linguistik menurut pendapat Martinet (1987: 19) yaitu telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Secara lebih rinci dalam Webster (1988: 10) dinyatakan EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya http://educare.efkipunla.net Generated: 26 July, 2009, 06:28) mengemukakan bahwa linguistics is the study of human speech including the units, nature, structure, and modification of language. Linguistik adalah studi tentang ujaran manusia termasuk unit-unitnya, hakikat bahasa, struktur, dan perubahan-perubahan bahasa. Lain halnya Dalam Oxford Advanced Learner Dictionary

(Nikelas, 1988: 10) menyatakan linguistics is the science of language, e.g. its structure,

acquisition, relationship to other forms of communication. Linguistik adalah ilmu tentang

bahasa yang menelaah, misalnya tentang struktur bahasa, pemerolehan bahasa dan tentang hubungannya dengan bentuk-bentuk lain dari komunikasi.

    Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Linguistik merupakan ilmu tentang bahasa dengan karakteristiknya, struktur-struktur yang ada didalamnya baik itu yang dikaji secara khusus seperti fonetik, morfologi, sintatik dan semantik dan yang dikahi secara meluas melalu makro linguistic seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, dll.

    Sedangkan Psikolinguistik merupakan salah satu cabang penelitian linguistik yang secara etimologi terdiri dari kata psikologi dan linguistik, kedua kata tersebut termasuk ke dua bidang yang berbeda. Objek formal pada kedua bidang tersebut sama yaitu bahasa, hanya saja objek materialnya yang berbeda, linguistik mengkaji tentang struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji tentang perilaku seseorang dalam berbahasa atau proses berbahasa pada seseorang (Chaer, 2009: 5).

    Psikolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji proses-proses mental manusia yang dilalui saat mereka berbahasa antara satu dengan yang lain. Psikolinguistik secara rinci mempelajari empat topik utama, diantaranya yaitu komprehensi, produksi, landasan biologis serta neurologis, dan pemerolahan bahasa (Dardjowidjojo, 2014: 7).

    Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak.

    Adapun pemerolehan Bahasa pada seorang anak, pada dasarnya telah diperoleh pada saat anak tersebut lahir. Namun demikian, terdapat beberapa tahap pemerolehan Bahasa pada anak yang dapat dipahami Bersama, diantaranya;

    Kata pemerolehan merupakan kata baru dalam bahasa Indonesia. Kata pemerolehan tidak sama dengan perolehan. Kata pemerolehan mengacu kepada proses, sedangkan kata perolehan mengacu kepada hasil. Jika dipadankan kata pemerolehan ini identik dengan kata bahasa Inggris acquisition. Oleh sebab itu, frase pemerolehan bahasa merupakan bentuk turunan dari language acquisition. Topik tentang pemerolehan bahasa bukan merupakan topik yang menarik sebelum berkembangnya ilmu yang disebut Psikolinguistik pada abad ke-XX. Jadi, konsep tentang pemerolehan bahasa relatif jauh lebih muda usianya dibandingkan dengan pembelajaran bahasa.

    Ada dua teori tentang pemerolehan bahasa yaitu:

a.   Teori aliran Behaviorisme menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak-anak itu melalui penambahan sedikit demi sedikit. Jadi, seolah-olah pemerolahan bahasa itu bersifat linear atau garis lurus. Makin hari makin bertambah juga sampai akhirnya lengkap seperti bahasa orang dewasa.

b.   Teori aliran Rasionalisme dinyatakan bahwa perkembangan bahasa anak itu mengikuti suatu pola perkembangan tertentu. Setiap pola perkembangan bahasa itu mempunyai tata bahasa sendiri-sendiri pula, yang mungkin saja tidak sama dengan tata bahasa orang dewasa (tata bahasa yang sebenarnya). Pada setiap pola perkembangan bahasa berikutnya, tata Bahasa yang tidak benar itu secara berangsur diperbaikinya menuju tata bahasa yang benar. Sebagai contoh bahwa tata bahasa anak itu berbeda dengan tata bahasa orang dewasa, sebagaimana penelitian Braine, yang dikutip oleh David Ingram (1989).

 

    Pemerolehan bahasa dibedakan menjadi pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehan bahasa pertama terjadi jika anak belum pernah belajar bahasa apa pun, lalu memperoleh bahasa. Bahasa yang diperoleh bisa satu bahasa atau monolingual FLA (first language acquisition), dua bahasa secara bersamaan atau berurutan (bilingual FLA), atau lebih dari dua bahasa (multilingual FLA). Pemerolehan bahasa kedua terjadi jika seseorang memperoleh bahasa setelah menguasai bahasa pertama atau merupakan proses seseorang mengembangkan keterampilan menggunakan bahasa kedua atau bahasa asing.

enurut Vygotsky (dalam Rusyini, 2008), pemerolehan bahasa pertama diperoleh dari interaksi anak dengan lingkungannya. Walaupun anak sudah memiliki potensi dasar atau piranti pemerolehan bahasa yang oleh Chomsky disebut language acquisition device (LAD), potensi itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari lingkungan.

    Lebih dalam, Otto (2015) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa pada anak usia prasekolah ditanamkan dalam lingkungan tempat anak-anak berinteraksi, khususnya lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan tempat bermain. Ketiga lingkungan ini sangat memengaruhi anak dalam pemerolehan bahasa. Otto (2015) menegaskan bahwa pemerolehan bahasa pada anak dapat terjadi karena faktor lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan tempat bermain.

    Pertama, lingkungan rumah. Anak secara umum dalam kesehariannya menghabiskan setengah harinya untuk melakukan aktivitas di rumah dan setengah harinya lagi melakukan aktivitas di lingkungan, baik itu lingkungan bermain maupun lingkungan sekolahnya. Selama anak beraktivitas di rumah, anak tersebut berada di dalam lingkungan rumah dan menjadi tugas utama orang tua untuk berperan aktif dalam setiap aktivitas yang anak lakukan. Otto (2015) menyebutkan bahwa interaksi orang tua dengan anak-anak dan konteks pembelajaran yang dibuat di rumah dapat meningkatkan kemampuan pemerolehan bahasa pada anak.

    Kedua, lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah menjadi lingkungan tempat pemerolehan pengetahuan sekaligus pendidikan bagi anak. Di lingkungan sekolah anak diajak untuk mengenal berbagai macam pengetahuan yang ada di dunia, baik melalui lisan maupun tulisan. Anak akan lebih mampu dan dapat berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sekolah, baik antara anak dan guru, anak dan teman-temannya, anak dan orang tua, maupun anak dan orang tua teman-temannya. Proses interaksi ini dianggap penting bagi pemerolehan bahasa pada anak. Otto (2015) menyebutkan bahwa interaksi anak terhadap lingkungan sosialnya dapat meningkatkan kemampuan awal membaca dan menulis. Dalam hal ini, Otto menganalogikannya dengan proses ketika guru membacakan sebuah cerita kepada anak. Saat bercerita, guru menggunakan bahasa sebagai media untuk menggambarkan benda atau peristiwa yang ada di dalam cerita. Hal ini dapat merangsang anak untuk meningkatkan kemampuan bahasa reseptifnya.

    Ketiga, lingkungan bermain. Lingkungan bermain adalah lingkungan yang digunakan anak untuk menghabiskan sebagian harinya pada satu kelompok bersama dengan anak-anak seusianya. Situasi dan kondisi lingkungan bermain beragam dan yang paling terlihat adalah jenis interaksi yang terjadi. Di lingkungan ini anak-anak didorong, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk terlibat dalam percakapan dengan orang lain. Hal ini dapat mempercepat perkembangan bahasa pada anak. Lingkungan bermain menjadi salah satu lingkungan yang dapat meningkatkan kemampuan pemerolehan bahasa dengan sangat signifikan.

    Faktor pemerolehan bahasa yang mempengaruhi proses pemerolehan bahasa pada anak usia dua sampai tiga tahun dalam penelitian ini adalah:

1.   Usia

    Usia menjadi faktor mendasar dibentuknya kemampuan dan pemerolehan Bahasa anak, karena usia merupakan tanda dimulainya anak mendapat pengetahuan tentang kosa kata yang nanti akan dipahami dan disampaikan untuk mengungkapkan sesuatu yang ia inginkan.

    Seperti anak usia 0-12 bulan, kosa kata yang dimiliki adalah kosa kata keseharian yang diucapkan dan didengarkan melalui orang tua dan orang yang berada di satu rumah dengannya. Proses pemerolehan bahasa anak bertahap dan hirarkhis, mulai dari mendengar kemudian berbicara, pada tahap awal biarkan anak perkuat indra pendengarannya, mendengar dan berbicara bersifat primer, membaca dan menulis bersifat sekunder.

2.   Jenis kelamin

    Perbedaan jenis kelamin memberikan pengaruh signifikan terhadap pemerolehan dan pemahaman anak dalam berbahasa, terdapat perbedaan strategi dalam memeroleh Bahasa seperti Strategi anak peroleh bahasa bersifat universal, mulai dari a) mendekut, b) celoteh, c) ucapkan vocal /a/, /i/, /u/ atau kombinasi /a, I, u/ dg /p, b, m,/, d) ucapkan kata-kata, mulai 1 kata, 2 kata, dst, e) ucapkan kalimat, mulai kalimat sederhana. Antara laki-laki dan perempuan ternyata memiliki perbedaan kemampuan seccara kebahasaan salah satunya dikarenakan terbatasnya memori dalam mengingat kosa kata.

3.   Pendidikan orang tua

    Poin ketiga ini termasuk hal sekunder namun dapat juga dimaknai lebih mendalam sebagai pemrosesan anak dalam memeroleh kemampuan berbahasa. Karena banyak anak yang secara tidak disadari kurang sempurna dalam memakai dan memahami Bahasa yang sesuai dengan konsep dasar kebahasaan yang baik.

4.   Pekerjaan orang tua

    Terkadang, orang tua yang memiliki profesi sebagai pekerja lapangan, akan memberikan stimulus kebahasaan yang berbeda dengan orang tua yang bekerja di dalam ruangan. Meski hal demikian tidak memberikan garansi akan kemampuan kebahasaan, namun paling tidak dengan perbedaan profesi yang sedemikian rupa akan memberikan hasil ujaran yang berbeda pula.

5.   Stimulasi psikososial

    Lingkungan sekitar merupakan agen terpenting atas perubahan seseorang, menjadi kasar, lemah lembut atau yang lain merupakan salah satu efek dari adanya komunikasi dan interaksi social yang sering dilakukan. Maka dari itu, kemampuan berkomunikasi anak dalam memeroleh Bahasa akan menjadi lebih variatif manakala ia juga lebih sering berkumpul dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya.

6.   Motivasi belajar

    Pemerolehan Bahasa juga dipengaruhi oleh motivasi belajar, karena seorang anak yang sudah berada di usia 7 tahun ke atas akan lebih pandai memilih penggunaan Bahasa primernya. Jika ia telah menyukai Bahasa-bahasa lain seperti bukan Bahasa ibu sebagaimana awal ia pahami, misalnya mulai mempelajari Bahasa Inggris, Arab, Jerman, dan lainnya maka kemampuan anak tersebut dalam pemerolehan Bahasa akan semakin meningkat dan lebih banyak.

7.   Kelompok sebaya

    Anak-anak akan lebih suka berkumpul dan berinteraksi dengan seumurannya, akrena mereka menganggap bahwa yang seusia memiliki karakter, kesukaan dan hal-hal yang ia anggap sejalan dengan pemikirannya. Namun demikian, kelompok sebaya ini juga yang mampu memberikan perubahan, peningkatan bahkan kemunculan ketidak seimbangan dalam pemakaian Bahasa. Karena dipungkiri atau tidak, kelompok sebaya lebih mengedepankan kenyamanan yang kadang melupakan kebakuan dalam penggunaan Bahasa yang sesuai.

 

C.  Simpulan / Rekomendasi

    Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak: resepsi, persepsi, pemerolehan bahasa, dan pemproduksian bahasa serta proses yang terjadi di dalamnya. Contoh perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi bahasa, sedangkan contoh prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya atau ketika dia memahami bahasa. Peran Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa sangat penting karena dengan memamahami psikolinguistik seorang guru memahami proses yang terjadi dalam diri siswa ketika siswa menyimak, berbicara, membaca, ataupun menulis sehingga manakala kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah, garu dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai alternatif solusinya.

    Dengan demikian, penulis memberikan rekomendasi agar dalam proses pemerolehan Bahasa, peran orang tua, lingkungan dan teman sebaya harus saling berkesinambungan dan memiliki komitmen untuk meningkatkan kemampuan bahsa dengan baik tanpa mengurangi nilai estetik yang pada saat sekarang ini sangat digemari anak. Karena bagaimanapun, Bahasa merupakan alat yang berperan penting dalam berkomunikasi dengan orang lain yang sudah sewajarnya memiliki batas-batas yang harus dipahami

 

D.  Referensi Rujukan

Aslinda dan Leni Syafyahya. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama

Chaer, Abdul. (2003). Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Yumi. (2019). Children‟s performance sentence in simple construction time. Obsesi, 3(1).

Dardjowidjojo. (2003). Psikolinguistik. Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Salnita. (2019). Language Acquisition for Early Childhood. Obsesi, 3(1).

Muslimat, N. H. ., Gustina, R. ., Khairunnisa, L. ., & Antonietta, J. R. . (2023). HUBUNGAN PSIKOLINGUISTIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK. Jurnal Gesi, 2(1).

Busro, Muhammad. 2016. Kajian dalam Psikolinguistik; Perangkat Peneli-tian, Strategi, dan Penggunaan Metode Penelitian. Al Hikmah Jurnal Studi Keislaman, Volume 6, Nomor 2, September 2016. E-Jurnal Kopertis IV

Dardjowodjojo, Soenjono. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2012.

https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/3692/membaca-proses-pemerolehan-bahasa-anak

1 Response to "Kontribusi Psikolinguistik pada Pemerolehan Bahasa Anak pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia"

Tulisan yang bagus. Bisa untuk bahan bacaan sekaligus inspirasi.

|Apapun profesinya, cita2 itu selalu ada|

Balas
  • Berkomentarlah dengan sopan dan bijak sesuai dengan isi konten.
  • Komentar yang tidak diperlukan oleh pembaca lain [spam] akan segera dihapus.
  • Apabila artikel yang berjudul "Kontribusi Psikolinguistik pada Pemerolehan Bahasa Anak pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia" ini bermanfaat, share ke jejaring sosial.
Konversi Kode