oleh: Ahmad Muzaqqi dan A. Fajrur Rahman
Zaman
Patristik
Patristik
diambil dari kata Peter yang berarti “bapak” maksud bapak disini adalah
bapak pemimpin gereja. Ketika peradaban Yunani mulai tersebar muncullah
perbedaan pendapat di antara para pemimpin gereja tentang perlu tidaknya
filsafat dalam mewarnai peraturan-peraturan dan kebijaksanaan yang mereka
keluarkan. Perbedaan tersebut dibagi menjadi dua kategori:
Pertama, segolongan orang yang menolak filsafat dikarenakan mereka
sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan dan tidak perlu menerima
yang lain seperti filsafat Yunani.
Kedua, segolongan orang yang menerima filsafat sebagai
kebijaksanaan yang diambil. Walaupun sudah mempunyai sumber kebenaran tidak ada
jeleknya menggunakan filsafat yunani sebagai metode (cara berpikir), selama
tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan tersebut berkelanjutan sehingga menyebabkan pertikaian.
Kemudian, muncullah para pembela iman kristen dari serangan filsafat Yunani.
Para pembela iman kristen tersebut disebut Apologist, yang bertokohkan Justinus
Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius, Nissa, Tertullianus, Diosius
Arepagos, Aurelius Agustinus.
- Yustinus Martir (103-165 M)
Orang-Orang Apologis menggunakan Filsafat Yunani untuk membela Injil, begitu juga Justinus.
Martir diambil dari Istilah orang-orang yang rela mati hanya untuk
kepercayaannya dan menurut pendapat yang lain akhir hidupnya dia menjadi
martir.
Riwayat
Hidup
Flavius Justinus aktif mempelajari ajaran-ajaran Stoa, Phytagoras,
Arisroteles, dan sekarang menganut sistem pemikiran Plato. Ia menjadi pemeluk
kristen setelah merenungkan tulisan dalam Injil, Taurat dan surat-surat Paulus.
Dia bertemu dengan seorang pertapa di padang sunyi Palestina yang menerangkan
kepadanya tentang para Nabi yang terdapat di dalam Perjanjian Lama. Akhirnya,
dia menemukan kebenaran sejati tentang agama kristen dan bertobat menjadi
pemeluk kristen pada Tahun 130 M. Kemudian dia mengajarkan kristen di Efesus.
Pemikiran
tentang Agama Kristen:
Agama Kristen bukan agama
baru, karena kristen lebih tua dari filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap
sebagai awal kedatangan agama Kristen. Nabi Musa lebih dahulu datang sebelum
Socrates dan Plato. Socrates dan Plato menurunkan hikmah dengan memakai
hikmahnya Musa. Selanjutnya, dikatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari
kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam
memahami logosnya orang-orang Yunani kurang paham apa yang terkandung dan
memancar dari logosnya, yaitu pencerahan. Mereka telah menyimpang dari ajaran
murni karena terpengaruh oleh demon atau setan. Kemudian setan menyimpangkan dari
pengetahuan yang benar kepada pengetahuan yang dipalsukan sehingga, agama
Kristen lebih bermutu dibandingkan dengan filsafat Yunani.
Karya-karya Justinus masih
eksis hingga sekarang, karyanya yang pertama kali adalah Apologia yang
ditujukan kepada kaisar Antonius Pius dan masih banyak karyanya yang bukan
hanya tertulis.
- Titus Flavius Clemens (150-215 M)
Klemens dilahirkan di Alexandria. Ia adalah teolog kristen,
mengajar di sekolah kristen Katekis Alexandria. Ia adalah seorang yang
terpelajar akrab dengan filsafat Yunani dan literatur, Seperti tiga karya
besarnya dia terpengaruh filsafat Hellenestik tingkatnya lebih besar dibanding
pemikir kristen yang lainnya pada masanya khususnya pemikiran Plato dan aliran
Stoa. Dalam pekerjaannya tercantum dalam fragmen yang membuktikan bahwa dia
akrab juga dengan pra-kristen Yahudi esoterisme dan Gnostisisme, muridnya
Alexander dari Yerussalem dan Origen.
1.
Pemikiran
tentang Tuhan:
Memahami Tuhan bukan dengan keyakinan irasional, melainkan melalui
disiplin pemikiran rasional. Filsafat merupakan awal langkah yang baik untuk
mengetahui Tuhan. Menurutnya Tuhan itu di luar kategori ruang dan waktu. Jadi
Tuhan itu transendens. Pengetahuan yang tinggi tentang Tuhan hanya mencapai
sifat-Nya, bukan esensi-Nya, ataupun Dzat-Nya. Bahkan, pengetahuan tentang
sifat Tuhan tidaklah tuntas sebab semua sifat Tuhan itu juga esensial. Oleh
karena itu Klemens mengajarkan pengetahuan tentang Tuhan haruslah dicapai
melalui logos, bukan dengan akal rasional. Selanjutnya Klemens menjelaskan
hubungan Tuhan dan manusia dicapai dengan logos. Melalui logos Tuhan
memperlihatkan kuasa-Nya, menciptakan alam semesta, dan melalui logos manusia
mengenal Tuhan. Logos dipakai oleh Erness sebagai jembatan antara dunia spiritual
dan material.
2.
Tentang
persamaan jenis
Persamaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan tergambarkan dalam
ekaristi ”payudara (kristus) dari Bapa”,yang mencerminkan bahwa keselamatan
ditujukan kepada semua manusia.
3.
Tentang
Dewa-Dewa
Klemens mengungkapkan penyataan atas filsafat Yunani tentang kebiasaan
menyembah dewa-dewa:
“Ya, seandainya sapi-sapi, kuda-kuda dan
singa-singa memiliki tangan, dan tangannya bisa menggambar dan menghasilkan
karya-karya seperti manusia, para kuda pasti akan menggambarkan tuhan-tuhan
mereka mirip dengan kuda, dan para sapi mirip dengan sapi, menggambarkan tubuh
para dewa itu serpti tubuh masing--masing dari mereka.”
Kemudian dia juga menulis tentang cara umat manusia dalam membayangkan tuhan; “Kaum mortal (umat manusia) membayangkan bahwa para tuhan itu dilahirkan seperti diri mereka, bahwa mereka memiliki baju, suara dan tubuh mirip dengan milik mereka”[1]
Kemudian dia juga menulis tentang cara umat manusia dalam membayangkan tuhan; “Kaum mortal (umat manusia) membayangkan bahwa para tuhan itu dilahirkan seperti diri mereka, bahwa mereka memiliki baju, suara dan tubuh mirip dengan milik mereka”[1]
- Tertulianus (160-230 M)
Quintus Septimius Florens Tertullianus (nama lengkap Tertulianus) lahir,
hidup, dan meninggal di Kartago
(sekarang Tunisia).
Ia berasal dari keluarga pagan (kafir: bukan kristen), namun pada
perkembangannya ia menjadi pembela kristen yang fanatik. Pada awalnya, ia juga
bukan seorag filsuf, ia menolak filsafat dengan begitu keras, ia menganggap
bahwa kebenaran berasal dari agama (kristen), dan agama tidak ada hubungannya
dengan filsafat. Namun, pada akhirnya ia pun menerima filsafat sebagai pencari
kebenaran dengan jalan rasio (akal).
Pemikiran
Tertulianus:
a. Tritunggal
Pada tahun 196
ketika Tertulianus mengalihkan kemampuan intelektualnya pada pokok-pokok
Kristen, ia mengubah pola pikir dan kesusasteraan gereja di wilayah Barat
hingga digelari "Bapak Teologi Latin" atau "Bapak Gereja
Latin". Ia memperkenalkan istilah "Trinitas" (dari kata yang
sama dalam bahasa Latin). Tertulianus tidak mengambil terminologi dari para
filsuf, tetapi dari Pengadilan Roma. Kata Latin substantia bukan berarti
"bahan" tetapi "hak milik". Arti kata persona
bukanlah "pribadi", seperti yang lazim kita gunakan, tetapi merupakan
"suatu pihak dalam suatu perkara" (di pengadilan). Dengan demikian,
jelaslah bahwa tiga personae dapat berbagi satu substantia. Tiga
pribadi (Bapa, Putra dan
Roh Kudus)
dapat berbagi satu hakikat (kedaulatan ilahi).[2]
Dalam sebuah wacana mengatakan bahwa Tuhan yang pertama (Bapa)
diibaratkan sebagai seorang raja, kemudian mengirimkan diri(ruh)Nya ke dalam rahim
Maryam. Kemudia tumbuh dan lahir, itulah Tuhan Anak (disebut Yesus Kristus), Ia
pun menjadi wakil si Bapa di bumi (seperti konsep ke-khalifahan manusia).[3]
Sedangkan posisi Roh Kudus mirip seperti “distributor” perintah. Dari sini, ia
menyimpulkan bahwa tidaklah mungkin ada pertentangan pikiran (rasio: perkataan)
antara satu sama lain, karena ketiganya memang satu.
b.Ruh
Meskipun Tertulianus mempersoalkan "Apa urusan Athena (filsafat) dengan Yerusalem
(gereja)?", namun, filsafat Stoa yang populer pada masa itu turut
mempengaruhinya (pada pembahasan konsep dosa). Ada yang berkata bahwa ide dosa
asal bermula dari Stoisisme, kemudian diambil alih
Tertulianus dan selanjutnya merambat ke Gereja Barat. Ia berpendapat bahwa roh
(jiwa) itu adalah sebentuk benda: seperti tubuh dibentuk ketika pembuahan, maka
roh pun demikian. Dosa Adam diwariskan seperti rangkaian genetik.[4]
c. Derajat dan kuasa manusia (termasuk uskup)
Meskipun Tertulianus pernah menekankan ide suksesi para rasul – pengalihan kuasa dan
wibawa para rasul kepada para uskup – (mugkin salah satu bentuk upaya
kristenisasi), namun ia tidak dapat menerima bahwa para uskup memiliki kuasa mengampuni dosa. Ia berpendapat bahwa ini
akan menjurus pada terpuruknya moral. Sementara itu para uskup terlampau yakin
akan kuasa tersebut. Bukankah semua orang percaya adalah imam? Apakah ini
Gereja para orang kudus yang dikelola mereka sendiri, ataukah sekumpulan orang
kudus dan orang-orang berdosa yang dikelola "kelas" profesional yang
dikenal sebagai rohaniwan?.[5]
Hal itu digunakan olehnya sebagai penolakan adanya “kuasa” manusia untuk
mengatur yang lain secara mutlak, terlebih dalam ke-ilahi-an.
- Augustinus
Augustinus lahir di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara, 13 November 354 M sebagai putra seorang ibu yang saleh yaitu Momika. Ayahnya bernama Patricius, seorang tuan tanah kecil dan anggota dewan kota yang kurang taat beragama hingga menjelang akhir hayatnya. Augustinus dididik dan dibesarkan secara Kristen kendatipun karena adat istiadat yang berlaku pada masa itu, ia tidak dibaptiskan ketika masih bayi. Augustinus memperoleh pendidikan dasar di Tagaste dan secara khusus mempelajari bahasa latin dan ilmu hitung.
Pemikiran Augustinus:
a. Jiwa (batiniyah)
Barangkali satu-satunya kontribusi yang terbesar Augustinus bagi
filsafat barat (dan bukan hanya pemikiran Kristen) ialah penekanannya pada
kehidupan personal, kehidupan batiniah seseorang. Augustinus melihat hubungan
antara Tuhan dan jiwa manusia sebagai perhatian utama agama. Karena jiwa
diciptakan “dalam citra Allah”, pengetahuan diri menjadi alat untuk mengenal Tuhan,
tak lagi dipahami sebagai soal pengamatan dua akal budi, tetapi juga masalah
perasaan.[6]
Sehingga dalam mengenal Dia, tidak lah mungkin hanya menggunakan akal (rasio:
dalam arti sempit), namun juga perasaan (batiniyah).
b.Pengetahuan dan Panca Indera
Menurut Augustinus, mengetahui adalah salah satu aktivitas dari
jiwa. Jadi ketika seseorang melihat suatu objek dengan pancainderanya, maka
muncul suatu gambaran tentang objek tersebut, gambaran tersebut, menurut
Augustinus, dibentuk oleh jiwa atau akal budi. Misalnya ia melihat dan
mengatakan, bahwa baju itu bagus, menurut Augustinus, dengan mata kita hanya
mampu melihat sebuah baju, tetapi kata bagus yang ditambahakan merupakan hasil
perbandingan dengan objek lain yang dibuat oleh jiwa atau akal budi. Dari sini
kita sudah dapat menarik suatu pemikiran, bahwa dalam mencapai suatu
pengetahuan yang mendalam ternyata manusia harus menggunakan akal budinya atau
jiwanya.[7]
Sedangkan beberapa sfat pokok dari ajaran filsafat Augustinus menurut Salam (2000:49), seperti yang tercantum dalam seebuah makalah[8] adalah sebagai berikut :
Sedangkan beberapa sfat pokok dari ajaran filsafat Augustinus menurut Salam (2000:49), seperti yang tercantum dalam seebuah makalah[8] adalah sebagai berikut :
c.
Manusia dan agama tidak boleh dipisahkan. Tanpa kepercayaan dari
agama, manusia akan sesat, dan tanpa akal, orang tak akan memperoleh pengertian
yang jelas tentang kepercayaan dan agama itu. (mirip kata-kata Einstein)
d.
Kehendak manusia berpangkal diatas akal, dan cinta kasih sayang
mempunyai arti kesucian diatas ilmu pengetahuan. Juga berlaku terhadap Tuhan,
sedang Tuhan terutama berarti cinta kasih sayang.
e.
Roh/jiwa agak bebas terhadap raga dan jiwa mengenal dirinya secara
langsung dan intuistif, yang terdiri atas “kebendaan” dan “bentuk”.
f.
Spiritualisme yang antropologis (jiwa itu tak lain dari manusia
itu sendiri) berjalan berdampingan dengan spiritualisme yang bersifat teori
mengenal.
g.Kebendaan itu pada hakikatnya cahaya. Bahwa jiwa
menghendaki tubuh dan tubuh menghendaki jiwa merupakan pandangan yang
dualistis.[9]
Daftar Pustaka
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedi
bebas/Clemens-Alexandria.com
Id.wikipedia.org/wiki/tertulianus
“Trinitas” dalam pikiran Tertulianus, Sarapan Bagi Biblika.
(internet)
Boharudin, Makalah “Riwayat dan Pemikiran St. Augustinus” dalam
Bimbingan dan Konseling, 21 April 2011 (internet)
Koko Istya Tomorubun,
“Pemikiran St. Augustinus tentang Pengetahuan dan Panca Indera” (internet)
[1] Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedi bebas/Clemens-Alexandria.com
[2]
Id.wikipedia.org/wiki/tertulianus
[3] “Trinitas”
dalam pikiran Tertulianus, Sarapan Bagi Biblika. (internet)
[4] Id.wikipedia.org/wiki/tertulianus
[5] Ibid.
[6] Boharudin,
Makalah “Riwayat dan Pemikiran St. Augustinus” dalam Bimbingan dan Konseling,
21 April 2011 (internet)
[7] Koko Istya
Tomorubun, “Pemikiran St. Augustinus tentang Pengetahuan dan Panca Indera”
(internet)
[8] Boharudin,
Makalah “Riwayat dan Pemikiran St. Augustinus” dalam Bimbingan dan Konseling,
21 April 2011 (internet)
[9] Ibid.
0 Response to "PEMIKIRAN FILSUF ZAMAN PATRISTIK (Yustinus Martir, Clemens, Tertulianus, Augustinus)"