Find, do, and show your life

Banner 468 x 60

Loading...

Pengertian dan Tingkatan Nafs (Makalah)




 oleh: Abdullah Nasir dan Tika Reniansyah (Mahasiswa FUPK-TH IAIN Walisongo Semarang)


I.                   Pendahuluan
Dalam ilmu tasawwuf, mengenal diri sendiri menjadi sesuatu yang sangat penting, mengingat manusia (diri sendiri) merupakan salah satu unsur untuk mengenal Tuhan. Diri sendiri (tubuh dan ruh manusia) menjadi limpahan kasih dan rahmatNya sekaligus merupakan refleksi dari Tuhan itu sendiri. Dari sini, dalam kaitannya dengan rasa terimakasih (syukur) kepada Tuhan, hal ini menjadi begitu penting, karena secara otomatis pun hal ini akan berbenturan dan menentang sisi negatifnya, yaitu ketika hal ini tidak dilakukan.
Berkaitan dengan hal ini, kajian tentang mengenal diri sendiri perlu dipelajari, dan dalam ilmu tasawwuf kajijannya disatukan dalam pembahasan bab “nafs”. Nafs sendiri menjadi salah satu prioritas dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, sebagai tujuan tasawwuf itu sendiri. Dan dalam kajiannya, nafs pun berkembang kedalam tingkatan-tingkatan tertentu yang pasti memiliki kriterianya masing-masing.

II.                Rumusan Masalah
a.       Pengertian Nafs
b.      Tingakatan-tingkatan Nafs
c.       Hikmah meninggalkan Nafs

III.             Pembahasan Masalah

a.       Pengertian Nafs

Nafsu dalam bahasa Arab biasa disebut dengan Nafsus syai’ yang artinya sesuatu (jati diri). Sedangkan menurut kaum sufi,  “ ucapan kata Nafs bukan di maksudkan sebagai wujud atau acuan masalah”. Yang mereka maksudkan degan Nafs adalah sesuatu yang tercela dari sifat – sifat hamba, akhlak, dan perbuatannya.
Nafsu itu adalah keinginan manusia yang tersirat dalam akal pikirannya. Nafsu ada yang baik, yaitu nafsu yang tidak bertentangan dengan hati nurani serta perintah-perintah dan larangan-larangan yang Allah tetapkan. Namun ada pula nafsu yang buruk, yaitu nafsu yang hanya untuk memenuhi keinginan pikirannya saja, tanpa melibatkan hati nurani dan ketetapan Allah.
Menurut pendapat Imam Syafi’i, Nafs adalah lathifah rabbaniyah idan itu belum terhubung dengan jwa atau diri seseorang.

b.      Tingkatan Nafs

Di dalam sistem Sufi, suatu spektrum diri (al-nafs) terdiri atas 7 tingkatan, berkisar antara yang paling tinggi sampai kepada yang paling rendah. Bayang-bayang abu-abu berada di antara tingkatan-tingkatan ini, karena bagian-bagian di antara semua tingkatan ini tidaklah sepenuhnya dapat dilihat (nyata) atau dapat diukur atau dihitung.

1.                   An-Nafs Ammarah

Nafs yang condong ke arah  tabi’at badaniyah dan menyeru kepada kenikmatan ( al-ladzat ) dan syahwat yang terlarang oleh syariat.
Nafs ini belum bisa membedakan antara yang baik dan buruk, belum memperoleh tuntunan, belum menentukan mana yang manfaaat dan mana yang mafsadat , tapi kebanyakan ia mendorong kepada hal hal yang tidak patut. Ia menimbulkan tindakan khianat dengan segala akibat – akibatnya yang tiada patut di puji, ia enggan menerima advice, gagasan dan saran, serta menganggap semua advice , gagasan dan saran merupakan lawan, penghalang maksudnya, penarung tujuanya. Ia gembira menerima bisikan iblis dan syaitan yang menunjukan kepadanya jalan terkutuk dan inilah sahabatnya yang digemarinya. dan juga ini condong terhadap kepentingan pribadi (selfish) tanpa memikirkan kepentingan-kepentingan yang lain seperti tindakan dzalim atau brutal. Nafs ini keras, tertutup, gelap, sewenang-wenang, keras dalam mempertahankan kepentingan dirinya dan juga bangga atas kesalahan-kesalahan yang dia lakukan.

2.                   An-Nafs al-Lawwamah

Merupakan Nafs atau diri yang menyalahkan ( the blaming self). Nafs yang mendapat cahaya dari qolb kemudian kadang-kadang mengikuti kekuatan akal dan terkadang menyimpang sehingga membuatnya menyesal. Nafs yang menyadari apabila melakukan suatu kesalahan-kesalahan, dia sadar atas kesalahannya akan tetapi kesalahan itu tetap dilakukan walaupun dia mengetahui itu salah. Golongan nafs ini beramal tetapi masih tetap ada riya, hasut, dengki dan sebagainya dalam dirinya.

3.                   An-Nafs al-Mulahhimah

Tingkatan yang ketiga adalah nafs yang kreatif dan toleran (the creative or inspired self). Ini adalah diri yang berkembang dan meningkat tetapi tidak cukup untuk mengamankan. Ketika kita dalam suatu suasana hati yang artistik atau kreatif, kita tidak mempunyai banyak ketakutan atau kecemasan dan terbuka bagi inspirasi (ilham). Dari sudut pandang Sufi, diri yang menyenangkan ini (sebenarnya) dalam bahaya, sebab terbuka seluruhnya, mengancam hukum-hukum atas sikap yang benar, yang mana ciptaan menjadi subyek.
Nafs Mulhamah adalah diri yang berpandangan terbuka yang mengatakan baik untuk segalanya. Diri (nafs) ini melompat ke setiap arah. Ini adalah sikap ‘mengapa tidak?’ (why not?). Hal ini seperti seorang laki-laki dari tujuh puluh orang yang belum pernah bermain ski dalam hidupnya, lalu tiba-tiba ia memutuskan untuk mencobanya. Kemungkinan besar dia akan terjatuh dan menghabiskan waktunya di rumah sakit untuk menyembuhkan luka-lukanya. Walaupun diri yang terilhami mungkin menemukan dirinya sendiri di dalam kesulitan, hal itu juga dapat membantu mengembangkan harapan karena kefleksibilitasannya. Kebanyakan orang yang memulai menapaki jalan ruhani akan mengawali tingkat toleransi ini dan bersikap bebas, sebab mereka ingin melihat kebodohan mereka sendiri.

4.                   An-Nafs al-Muthmainnah

Nafs yang mendapat cahaya dari qolb dan terbebas dari sifat-sifat hina, mendapat tuntutan dan pemeliharaan yang baik, mendatangkan ketenangan dalam jiwa, melahirkan sikap dan perbuatan yang baik, membentengi serangan kekejian kejahatan, mendorong melakukan kebajikan serta menghambat pekerjaan kejahatan. Nafs ini merupakan diri yang aman atau diri yang tenang. Keadaan seperti ini didasarkan pada kepastian dan kepercayaan. Dan inilah diri (nafs) yang matang dan diri yang berpengalaman, meyakini bahwa suatu hasil akan selalu baik, dan kapan pun ia menghadapi kekacauan, ia akan mengingat pengalaman masa lalu dan peristiwa-peristiwa sebelumnya demi menyempurnakan kesetiaan, ketenangan dan kesabaran.

5.                   An-Nafs ar-Radhiyah

Merupakan jiwa atau nafs yang ridho kepada Allah SWT dan tempat (sya’n)nya adalah keselamatan. Mempunyai status yang baik dalam kesejahteraan, mensyukuri ni’mat qona’ah. Dan nafs ini masih dalam proses usaha untuk melatih diri untuk mencintai Allah SWT sepenuhnya.
Diri Yang Ridha dan merasa puas ini adalah diri yang memulai perjalanan ruhaninya dan mengikat dirinya sendiri untuk berusaha. Sang diri tidak akan berhenti sampai ia mengenal Sang Penyebab keberadaannya. Bagaimana agar kita dapat menjadi ridha? Sebaliknya kita hanya mempunyai kepastian akan terjadinya kematian fisik, betapapun pengalaman hidup manusia umumnya adalah makanan bagi cacing-cacing di dalam kubur. Diri Yang Ridha didewasakan oleh pengetahuan. Pada maqam ini diri (nafs –self) telah banyak dikaruniai cahaya kesadaran, yang muncul setelah pikiran sudah ditambatkan.

6.                   An-Nafs al-Mardiyyah

Setelah melalui diri yang terpuaskan (nafs al-radhiya), maka muncullah kemantapan batin yang sedemikian besar dan kuat yang membawa sang nafs ke tingkat Nafs al-Mardhiyah – Diri Yang Diridhai, yang telah mencapai keharmosian dan keselarasan dengan Semesta Alam,
Nafs yang diridloi oleh Allah SWT, keridloan itu bisa terlihat pada anugrah yang DIA berikan berupa, senantiasa dzikir, ikhlas, mempunyai karomah, dan memperoleh kemuliaan. Sementara kemuliaan yang diberikan Allah itu bersifat universal, artinya jika Allah memuliakannya siapapun tidak akan bisa menghinakannya.

7.                   An-Nafs al-Kamilah

Nafsul kamilah adalah jiwa yang telah sempurna bentuk dan dasarnya, sudah di kategorisasi cakap untuk: mengerjakan irsyaad dan menyempurnakan ikmaal terhadap hamba Allah, dia di gelari Mursyid dan mukammil. Ia telah tajalli asmaa wash shifaat, baqa bil laah, fanaa bil laah, ‘ilmuhu ‘ilmu ladunni min ‘indil laah
Diri yang berada pada suatu kesadaran dan terus-menerus. Kesadaran dalam keseimbangan penyatuan, yang meningkatkan diri menuju ke kesadaran sejati (pure consciousness), tetap tersadarkan dan peka akan Realitas Ilahi Yang Kekal. Inilah nafs (diri) yang secara lahiriah bertindak sebagai wakil kebaikan, yang membantu orang lain menuju ke perkembangan yang konstan dan ketentraman dan secara batiniah ditelan oleh Sang Samudra Wujud (The Ocean of Beingness). Ini adalah nafs yang sisi luarnya berjuang dan berkorban, dan sisi batinnya telah terpuaskan oleh cinta yang tanpa batas.
Inilah diri yang telah mencapai kesadaran yang sejati, murni, lengkap, otentik dan total. Arah kita mesti jelas, yaitu ingin merasakan ketakterbatasan dengan fisik yang terbatas ini. Kadang-kadang kita membebani tubuhnya di luar batas kemampuannya. Hal ini dikarenakan kita terus-menerus salah mengarahkannya hingga melampaui batas. Tubuh kita tak habis-habis mengalami hal ini. Kita mesti mempelajari perbedaan yang sulit ini dan menggunakan energi kita sewajarnya.
Jika suatu waktu kemarahan muncul dari dalam diri kita, kita melihat bahwa suatu ungkapan kekecewaan telah dibelokkan dari pencapaian hasrat kemudian kita segera memahami perhitungan kita yang salah, dan kemarahan kita pun surut.

Kemudian dalam Al-Qur'an tingkatan nafs terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu nafs martabat tinggi dan nafs martabat rendah. Nafs martabat tinggi memiliki oleh orang-orang takwa, yang takut kepada Allah dan berpegang teguh kepada petunjuk-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Sedangkan nafs martabat rendah memiliki oeh orang-orang yang menentang perintah Allah dan yang mengabaikan ketentuan-ketentuan-Nya, serta orang-orang yang sesat, yang cenderung berperilaku menyimpang dan melakukan kekejian serta kemungkaran.
Secara ekplisit al-Qur'an menyebut tiga jenis nafs, yaitu

1. al-nafs al-muthma'innah
2. al-nafs al-lawwamah
3. al-nafs al-ammarah

Ketiga jenis nafs tersebut merupakan tingkatan kualitas, dari yang terendah hingga yang tertinggi. Ayat-ayat yang secara ekplisit menyebut ketiga jenis nafs itu adalah sebagai berikut:

"........Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku....." (Q,. s. al-Fajr / 89-27-30).
 
"......Aku besumpah dengan hari kiamat, dn aku bersumpah dengan jiwa amat menyesali(dirinya senderi)....." (Q,. s. al-Qiyamah / 75:1-2).
 
".......Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kapada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyayang......" (Q., s. Yusuf / 12:53).

c.       Hikmah meninggalkan hawa nafsu

            Perjuangan paling besar adalah meninggalkan hawa nafsu, maka jangan biarkan nafsu menguasai hari hari kita karena tak satupun permasalahan terselesaikan dengan mengedepankan nafsu amarah bahkan menyebabkan kondisi semakin parah, tujuan tidak terarah sehingga menyebabkan hidup semakin susah, dan tingkah laku serba salah. Oleh karena itu kembalilah ke fitrah mengalah bukan berarti kalah agar hidup lebih berkah.


 IV.            PEUTUPAN
Dengan demikian, telah dijelaskan tingatan-tingkatn dalam nafs yang menurut para sufi terbagi menjadi 7 tingkatan. Adapun tingkatan-tingkatan tersebut mempunyai kualitas masing-masing dan tingkatan yang juga bisa dikatakan tingkatan yang mempunyai kualitas yang baik, mempunyai kualitas yang sempurna adalah tingkatan nafs yang terakhir yaitu nafs al-kamilah. Didalamnya terdapat sifat-sifat yang telah sempurna dan jarang dimiliki oleh khalayak umum. Namun dala al-Qur’an disebutkan hanya  tingkatan nafs didalamnya, namun dari ke-3 tingkatan tersebut juga termasuk dalam tingkatan nafs yang terbagi dalam 7 tingkatan mnuut para sufi.





DAFTAR PUSTAKA

Sapuri, Rafy. 2009. Psikologi Islam. Jakarta : Rajawali pers.
qitori.wordpress.com/2007/05/07/tujuh-tingkatan-nafs-1/
qitori.wordpress.com/2007/05/16/tujuh-tingkatan-nafs-2/

 


0 Response to "Pengertian dan Tingkatan Nafs (Makalah)"

  • Berkomentarlah dengan sopan dan bijak sesuai dengan isi konten.
  • Komentar yang tidak diperlukan oleh pembaca lain [spam] akan segera dihapus.
  • Apabila artikel yang berjudul "Pengertian dan Tingkatan Nafs (Makalah)" ini bermanfaat, share ke jejaring sosial.
Konversi Kode