oleh: Ahmad Muzaqqi
Terlalu geli telinga ini rasanya saat mendengar kata "poligami". Poligami memang menjadi fenomena unik di dunia nusantara. _____just read now !!!
"nama" Indonesia yang dikenal sebagai negara yang multi kultural memang tak salah lagi. Bagaimana tidak, selain budaya leluhur - macam batik, tari-tarian, dan bahasa-, Indonesia pun secara openly menerima apa yang sebut dengan 'the others' (atau dalam kata lain) budaya lain.
Pasca masuknya salah satu agama monoteis, Indonesia pun mulai terpengaruhi oleh budaya yang dibawa. dari mana lagi kalau bukan Arab (daerah asal Islam). Berbagai hal mulai menjadi trend, mulai pakaian, perawakan, hingga gaya bicara (yang katanya, orang arab itu kalo bicara agak keras..^_^). hal itu terbukti dengan banyaknya tokoh2 agama yang secara otomatis mengganti penampilannya...... atau bahkan seorang rakyat jelata pun juga mengganti kebiasaannya sebelum dan pasca masuk islam.
(pakaian orang Indonesia -Bali- pra Islam)
(Pasca Islam masuk)
Tentu ini menjadi hal baik (ya, saya kira pembaca juga setuju dengan saya). akulturasi menjadi baik, manakala budaya baru yang ada itu baik. dan itulah yang terjadi di masyarakat kita dalam hal ini.
Tapi, kemudian, apakah hanya hal-hal positif yang datang kepada kita???
Bukankah, bangsa Arab terkenal dengan "keras, dituding diskriminatif, radikal, dsb (tak teralu banyak, karena tak ingin menyakiti siapapun)".??
Ya, kenapa saya mengusung judul ini, tak lain dan tak bukan adalah untuk meyoroti poin kedua tentang "diskriminatif". kata itu amat kental kaitannya dengan kasus poligami. poligami menjadi salah satu jalan (bukan satu-satunya, hanya salah satu) menuju perwujudan diskriminasi kepada kaum hawa.
Alasannya tentu sudah jelas. Saat seorang wanita (istri pertama) dipoligami (bahasa kerennya sich, dimadu), maka banyak problematika jasmani dan rohani (terlebih yang rohani) yang akan ia alami.
-mungkin saja, dia akan merasa cemburu, atau marah kepada istri kedua....
-agak "terlantarkan" nafkahnya...
-bahkan merasa terlupakan....
Apakah itu tak beralasan?. tentu ada......, kaum hawa dengan segala keunikannya (dimana emosi, perasaan, dan intuisinya relatif lebih lembut dan halus dibanding lelaki) akan lebih mudah merasakan "apa itu sakit hati". selain itu, dengan segala bentuk kasih sayang yang diberikan oleh sang suami kepada si "enemy" (isteri kedua, ketiga, dst), mereka pun akan merasa rikuh (bahkan marah). tak tanggung-tanggung akibatnya. rasa marah tersebut bisa diturunkan hingga tujuh turunan..... ya, Musuhan ---itu yang mungkin terjadi.
yang lebih ironis adalah, ketika pelaku poligami kebanyakan dari ulama (ahli-ahli agama). karena memang berdasarkan sejarah, di Jawa sendiri, tercatat sebelum zaman era 21 memasuki masanya, lebih dari 80% kiyai di Indonesia memiliki isteri lebih dari satu.... (kalo tidak percaya, tanya aja kakek moyangmu yang punya sodara kiyai.... hehe. Piiiz)
apa mereka punya dalil?? tentu. dengan percaya diri tinggi... lihat saja, annisa:3, yang artinya sich::
Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’ [4]: 3).
hem, benar??? tentu, secara tekstual jelas2 benar. tapi secara moral dan kontekstual...? (eitz, nanti dulu)
dari sini lah, budaya arab dan Islam sebenarnya tidaklah sama. berdasarkan sejarah, bangsa Arab pada zamannya memang "tanpa kontrol" gemar sekali menikah sembarangan (disana sini punya isteri). tak pelak, Dia, Tuhan menurunkan ayat yang penting ini. untuk membatasi apa yang mereka anggap itu "bebas". Lantas? apakah si kitab tak relevan (mungkin, tidak sholihun likulli zaman wa makan)???.
Telaah Lebih
menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk memahami agama ita sendiri. Pada intinya, bukan dua, tiga, atau bahkan empat (atau sembilan, terserah), yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kata setelahnya. dimana penekanan kata "adil" itu sendiri yang menjadi "PENTING" bagi kita. (Sengaja, agar jelas). itulah yang akan menjadi relevan sampai kapanpun. Adil dengan segala kriterianya akan menjadi hal "vital".
Karena Adil menjadi hal yang amat begitu sangat (sengaja lebai dikit) penting bagi kehidupan manusia sebagai umat sosial maupun individual, bernegara maupun beragama, dalam masa lalu-sekarang-masa depan.
Bahkan dalam hal berpolitik, tak heran jika hal seperti ini (hanya tekstual) yang kita lakukan, KKN masih terang bersinar menghiasi birokrat negeri ini. sedangkan di kalangan para ahli agama, banyak terjadi perdebatan, terpecah-pecah, dan akibatnya pesan suci yang hendak disampaikan oleh Yang Maha Suci pun mulai pudar, remang, bahkan hilang. Akibat selanjutnya, praktek2 tidak jelas pun mulai bermunculan. dari mulai menghalalkan poligami, kemudian merembet ke nikah mut'ah, dan bahkan Nikah sesama jenis (W Allahu A'lam)
meski ada yang meneruskan penafsiran ayat tersebut kedalam redaksi "perbuatan aniaya" yang disebut-sebut sebagai zina, itu pun menjadi polemik lagi. banyak yang beranggapan bahwa "poligami itu mending ketimbang daripada zina". ya, mungkin itu menjadi statemen yang kelihatannya benar. Tapi, menyakiti hati si isteri pun tak bisa dianggap "enteng". analoginya seperti ini, memukul orang itu lebih baik daripada membunuh orang. apakah kita dengan mudahnya bisa memukul orang seenaknya saja?? tidak kan. T_T. karena tadi, masalah terbesarnya adalah SAKIT HATI...
Teladan
Larangan. hal ini tentu tidak hanya omong kosong. dimana Nabi Muhammad yang secara personal juga pernah melakukan poligami, tidak menganjurkannya, bahkan melarang salah seroang sahabatnya. (dalam hal ini, Ali b Abi Talib). karena memang, yang hendak beliau contohkan bukanlah itu, namun sikap adilnya, sikap bijaksananya, sikap kewibawaan, kepemimpinan, dan kesabaran.
apakah bukan nafsu? tentu tidak. karena berdasarkan sejarah "peperangan" (karena saking banyaknya perang), beliau menikahi janda-janda yang kebanyakan karena ditinggal mati oleh suaminya. itu tentu menjadi hal yang sangat bijak. mengingat pada zamannya, orang perempuan dianggap sebagai "orang rumahan" yang dilarang keluar. Jika hal itu dibiarkan, tentu mereka tidak akan sanggup hidup -karena tidak bekerja-.
dari sini, saya kira sangat naif jika mengatakan bahwa poligami adalah Sunnah Rasul yang tersyariatkan dalam Quran. karena tak ada persamaan keadaan dan zaman.
Bukan semangat diskriminasi yang dibawa oleh Islam, melainkan semangat kesetaraan (entah bagaimana pemaknaannya) Gender yang hendak diusung. melihat semangat Nabi (sebagai pejuang) sendiri dalam memperhatikan martabat wanita dan berusaha mengangkatnya.
Solusi
sebuah cara, dimana hal ini penting dalam proses pencarian jalan keluar, maka solusinya adalah dengan ___komitmen___ yang tak lain dan tak bukan harus dibuat sendiri oleh kedua pasangan.sejak pertama menikah. bisa saja keduanya membuat sebuah perjanjian. [ini juga disebut sebagai persyarakat dalam pernikahan]. contoh: Saya harus kamu cerai, jika kamu terbukti menikah dengan wanita lain (Isteri).
sedangkan dari si pria sendiri, hal terbaik adalah melalukan penyadaran diri tentang btapa berharganya "wanita" pilihannya yang telah dianugerahkan Sang Maha Menentukan Jodoh. itu wajib disyukuri, dan sebagai sebuah anugerah wajib kiranya dijaga dengan sebaik-baiknya.
Refleksi
Islam bukan hanya agama tertulis, bukan hanya normatif, tapi Islam adalah agama yang perlu pembuktian, aksi, dan akan terus berkembang secara penafsiran, namun akan tetap suat secara esensi. tinggal TEMUKAN ESENSI itu !!!
;;;;semoga bermanfaat.
#bHB
Read more at: http://mursyidali.blogspot.com/2010/04/hukum-islam-tentang-poligami-dan-dalil.html
Copyright mursyidali.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Terlalu geli telinga ini rasanya saat mendengar kata "poligami". Poligami memang menjadi fenomena unik di dunia nusantara. _____just read now !!!
"nama" Indonesia yang dikenal sebagai negara yang multi kultural memang tak salah lagi. Bagaimana tidak, selain budaya leluhur - macam batik, tari-tarian, dan bahasa-, Indonesia pun secara openly menerima apa yang sebut dengan 'the others' (atau dalam kata lain) budaya lain.
Pasca masuknya salah satu agama monoteis, Indonesia pun mulai terpengaruhi oleh budaya yang dibawa. dari mana lagi kalau bukan Arab (daerah asal Islam). Berbagai hal mulai menjadi trend, mulai pakaian, perawakan, hingga gaya bicara (yang katanya, orang arab itu kalo bicara agak keras..^_^). hal itu terbukti dengan banyaknya tokoh2 agama yang secara otomatis mengganti penampilannya...... atau bahkan seorang rakyat jelata pun juga mengganti kebiasaannya sebelum dan pasca masuk islam.
(Pasca Islam masuk)
Tentu ini menjadi hal baik (ya, saya kira pembaca juga setuju dengan saya). akulturasi menjadi baik, manakala budaya baru yang ada itu baik. dan itulah yang terjadi di masyarakat kita dalam hal ini.
Tapi, kemudian, apakah hanya hal-hal positif yang datang kepada kita???
Bukankah, bangsa Arab terkenal dengan "keras, dituding diskriminatif, radikal, dsb (tak teralu banyak, karena tak ingin menyakiti siapapun)".??
Ya, kenapa saya mengusung judul ini, tak lain dan tak bukan adalah untuk meyoroti poin kedua tentang "diskriminatif". kata itu amat kental kaitannya dengan kasus poligami. poligami menjadi salah satu jalan (bukan satu-satunya, hanya salah satu) menuju perwujudan diskriminasi kepada kaum hawa.
Alasannya tentu sudah jelas. Saat seorang wanita (istri pertama) dipoligami (bahasa kerennya sich, dimadu), maka banyak problematika jasmani dan rohani (terlebih yang rohani) yang akan ia alami.
-mungkin saja, dia akan merasa cemburu, atau marah kepada istri kedua....
-agak "terlantarkan" nafkahnya...
-bahkan merasa terlupakan....
Apakah itu tak beralasan?. tentu ada......, kaum hawa dengan segala keunikannya (dimana emosi, perasaan, dan intuisinya relatif lebih lembut dan halus dibanding lelaki) akan lebih mudah merasakan "apa itu sakit hati". selain itu, dengan segala bentuk kasih sayang yang diberikan oleh sang suami kepada si "enemy" (isteri kedua, ketiga, dst), mereka pun akan merasa rikuh (bahkan marah). tak tanggung-tanggung akibatnya. rasa marah tersebut bisa diturunkan hingga tujuh turunan..... ya, Musuhan ---itu yang mungkin terjadi.
yang lebih ironis adalah, ketika pelaku poligami kebanyakan dari ulama (ahli-ahli agama). karena memang berdasarkan sejarah, di Jawa sendiri, tercatat sebelum zaman era 21 memasuki masanya, lebih dari 80% kiyai di Indonesia memiliki isteri lebih dari satu.... (kalo tidak percaya, tanya aja kakek moyangmu yang punya sodara kiyai.... hehe. Piiiz)
apa mereka punya dalil?? tentu. dengan percaya diri tinggi... lihat saja, annisa:3, yang artinya sich::
Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’ [4]: 3).
hem, benar??? tentu, secara tekstual jelas2 benar. tapi secara moral dan kontekstual...? (eitz, nanti dulu)
dari sini lah, budaya arab dan Islam sebenarnya tidaklah sama. berdasarkan sejarah, bangsa Arab pada zamannya memang "tanpa kontrol" gemar sekali menikah sembarangan (disana sini punya isteri). tak pelak, Dia, Tuhan menurunkan ayat yang penting ini. untuk membatasi apa yang mereka anggap itu "bebas". Lantas? apakah si kitab tak relevan (mungkin, tidak sholihun likulli zaman wa makan)???.
Telaah Lebih
menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk memahami agama ita sendiri. Pada intinya, bukan dua, tiga, atau bahkan empat (atau sembilan, terserah), yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kata setelahnya. dimana penekanan kata "adil" itu sendiri yang menjadi "PENTING" bagi kita. (Sengaja, agar jelas). itulah yang akan menjadi relevan sampai kapanpun. Adil dengan segala kriterianya akan menjadi hal "vital".
Karena Adil menjadi hal yang amat begitu sangat (sengaja lebai dikit) penting bagi kehidupan manusia sebagai umat sosial maupun individual, bernegara maupun beragama, dalam masa lalu-sekarang-masa depan.
Bahkan dalam hal berpolitik, tak heran jika hal seperti ini (hanya tekstual) yang kita lakukan, KKN masih terang bersinar menghiasi birokrat negeri ini. sedangkan di kalangan para ahli agama, banyak terjadi perdebatan, terpecah-pecah, dan akibatnya pesan suci yang hendak disampaikan oleh Yang Maha Suci pun mulai pudar, remang, bahkan hilang. Akibat selanjutnya, praktek2 tidak jelas pun mulai bermunculan. dari mulai menghalalkan poligami, kemudian merembet ke nikah mut'ah, dan bahkan Nikah sesama jenis (W Allahu A'lam)
meski ada yang meneruskan penafsiran ayat tersebut kedalam redaksi "perbuatan aniaya" yang disebut-sebut sebagai zina, itu pun menjadi polemik lagi. banyak yang beranggapan bahwa "poligami itu mending ketimbang daripada zina". ya, mungkin itu menjadi statemen yang kelihatannya benar. Tapi, menyakiti hati si isteri pun tak bisa dianggap "enteng". analoginya seperti ini, memukul orang itu lebih baik daripada membunuh orang. apakah kita dengan mudahnya bisa memukul orang seenaknya saja?? tidak kan. T_T. karena tadi, masalah terbesarnya adalah SAKIT HATI...
Teladan
Larangan. hal ini tentu tidak hanya omong kosong. dimana Nabi Muhammad yang secara personal juga pernah melakukan poligami, tidak menganjurkannya, bahkan melarang salah seroang sahabatnya. (dalam hal ini, Ali b Abi Talib). karena memang, yang hendak beliau contohkan bukanlah itu, namun sikap adilnya, sikap bijaksananya, sikap kewibawaan, kepemimpinan, dan kesabaran.
apakah bukan nafsu? tentu tidak. karena berdasarkan sejarah "peperangan" (karena saking banyaknya perang), beliau menikahi janda-janda yang kebanyakan karena ditinggal mati oleh suaminya. itu tentu menjadi hal yang sangat bijak. mengingat pada zamannya, orang perempuan dianggap sebagai "orang rumahan" yang dilarang keluar. Jika hal itu dibiarkan, tentu mereka tidak akan sanggup hidup -karena tidak bekerja-.
dari sini, saya kira sangat naif jika mengatakan bahwa poligami adalah Sunnah Rasul yang tersyariatkan dalam Quran. karena tak ada persamaan keadaan dan zaman.
Bukan semangat diskriminasi yang dibawa oleh Islam, melainkan semangat kesetaraan (entah bagaimana pemaknaannya) Gender yang hendak diusung. melihat semangat Nabi (sebagai pejuang) sendiri dalam memperhatikan martabat wanita dan berusaha mengangkatnya.
Solusi
sebuah cara, dimana hal ini penting dalam proses pencarian jalan keluar, maka solusinya adalah dengan ___komitmen___ yang tak lain dan tak bukan harus dibuat sendiri oleh kedua pasangan.sejak pertama menikah. bisa saja keduanya membuat sebuah perjanjian. [ini juga disebut sebagai persyarakat dalam pernikahan]. contoh: Saya harus kamu cerai, jika kamu terbukti menikah dengan wanita lain (Isteri).
sedangkan dari si pria sendiri, hal terbaik adalah melalukan penyadaran diri tentang btapa berharganya "wanita" pilihannya yang telah dianugerahkan Sang Maha Menentukan Jodoh. itu wajib disyukuri, dan sebagai sebuah anugerah wajib kiranya dijaga dengan sebaik-baiknya.
Refleksi
Islam bukan hanya agama tertulis, bukan hanya normatif, tapi Islam adalah agama yang perlu pembuktian, aksi, dan akan terus berkembang secara penafsiran, namun akan tetap suat secara esensi. tinggal TEMUKAN ESENSI itu !!!
;;;;semoga bermanfaat.
#bHB
Read more at: http://mursyidali.blogspot.com/2010/04/hukum-islam-tentang-poligami-dan-dalil.html
Copyright mursyidali.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Nikahilah wanita-wanita
(lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian
jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang
saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’ [4]:
3).
Read more at: http://mursyidali.blogspot.com/2010/04/hukum-islam-tentang-poligami-dan-dalil.html
Copyright mursyidali.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Read more at: http://mursyidali.blogspot.com/2010/04/hukum-islam-tentang-poligami-dan-dalil.html
Copyright mursyidali.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
0 Response to "Dari Pakaian "Arab" hingga Poligami"