Hadits
mutawatir
Bahasa: mengikuti (bersambung) dengan yang
selanjutnya, atau keterkaitan satu sama lain dengan tanpa jarak.
Istilah: hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok
(banyak) orang dimana mereka sepakat dalam kebenarannya (hadits), shg tidak
mungkin ada kebohongan.
Sarat2:
·
Diriwayatkan oleh sekelompok rawi, jadi tidak mungkin ada kebohongan. Jumlahnya >3
(tiga atau lebih), menurut Abu Thayib: 4, Syafiiyyah: 5, ulama lain: 20/40.
·
Jumlah rawi dalam (tingkatan) sanadnya harus seimbang,.
(maaf yang ini aq jg kurang paham)
·
Periwayatan berdasarkan (menggunakan) panca indera,
ex. Sami’tu, sami’na, roaitu, roaina. (jadi jelas2 secara langsung dari
nabi)
Pembagian hadits mutawatir
·
Mutawatir Lafdzi: lafadz hadits (dari masing2 sanad)
shahih dan sama persis, tentu hukum dan maknanya juga sama.
من كذب علي متعمدافليتبوأمقعده من النار ex:
“ barang siapa
sengaja membohongiku, maka ia telah menempati tempatnya di neraka"
Menurut Abu Bakar Al-Sairi : ML: hadis yang diriwayatkan oleh 60 sahabat, Ibn Al
Salahè ML: hadis yang diriwayatkan oleh 62 sahabat, yang
mencakup 6 orang yang dijamin masuk surga.
·
Mutawatir Ma'nawi. Beberapa ulamaè MM: hadis yang lafadznya dan terjemahnya berbeda,
namun maknanya dapat dimengerti secara umum (sama).
Ex: hadits “nabi muhammad tidak mengangkat kedua
tangannya dalam doanya kecuali saat istisqa, hal ini menunjukkan bahwa ketiak
beliau itu putih. (Syaikhani)
Hadith yang mempunyai makna sama dengan hadits diatas
namun berbeda redaksinya adalah hadits yang ditahrij oleh Imam ahmad dan,
Hakim, dan abu dawud: “Rasulullah mengangkat kedua tangannya sejajar dengan
pundaknya”.
·
Mutawatir Amali: bisa dikatakan MA itu datang dari
agama dan menjadi mutawatir bagi umat muslim karena diperintahkan oleh rasul
atau memang itu sudah biasa dilakukan. Di dalamnya sering ada perbedaan
sejarah, meski pada intinya sama maksudnya. Ex:
1) Sejarah
menjelaskan, di daerah hadlar, nabi shalat 3 rakaat.
2) Sejarah
menunjukkan bahwa saat nabi bepergian, ia salat maghrib 3 rakaat.
3) Sejarah nabi
mengatakan bahwa beliau shalat maghrib di madinah 3 rakaat.
4) Sejarah juga
menunjukkan bahwa sahabat nabi melakukan salat 3 rakaat, dan nabi
mengetahuinya.
Semua redaksinya berbeda, namun pada intinya
menunjukkan dan membuktikan bahwa shalat maghrib itu 3 rakaat.
Hadits Ahad
Bahasa: berarti satu (al-wahid). HA: hadits yang
diterima oleh satu orang.
Beberapa ulama menjelaskanè HA: hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits
mutawatir. Bisa saja memang dalam periwayatannya mutawatir (bersambung hingga
Rasul), namun dalam prosesnya masih zanni, belum sampai qath’i (yakin).
Pembagian hadits ahad:
·
Hadits masyhur (HMs). Secara bahasa: muntasyir,
mutafasysyie = sesuatu yang menyebar / terkenal, istilah: hadits yang
diriwayatkan oleh 3 orang atau lebih dalam satu tingkatan (tabaqat), namun
tingkatannya tak sama dengan mutawatir.
·
Hadits Aziz. Ibn Salah yang mengikuti Imam Nawawi: hadits yang diriwayatkan oleh dua orang dalam satu tabaqat.
Hadits oleh dua atau tiga rawi bisa disebut sebagai HAz. Ibnu Hajr cenderung
berpendapat bahwa hadits yang diriwayatkan oleh dua dan tiga rawi termasuk HMs.
لا يؤمن احدكم حتي أكون أحب إليه من والده و الناس
اجمعين Ex :
“ tdk akan sempurna iman seseorang jika cintanya
kepadaku tidak lebih banyak dari cintanya pada orangt tua, anak2, dan semua
orang”
·
Hadits Gharib: hanya diriwayatkan oleh 1 orang rawi. Diberi nama
seperti itu, karena HG kelihatan sangat jauh berbeda dengan tingkatan hadis
mashur atau mutawatir. Seperti seseorang yang pergi menjauhkan diri dan
diasingkan dari keluarganya. Ex:
كلمتان خفيفتان علي اللسان ثقيلتان في الميزان
حبيبتان إلي الرحمن سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم Ex:
“ada dua kalimat yang diucapkan dengan lidah tapi sangat berat (dalam)
bobotnya dan disukai oleh Allah, yaitu Subhanallah wa bihamdih”
Hadits ini diriwayatkan oleh seorang sahabat, Abu
Hurairah, dan hanya dia yang ada dalam sanadnya.
3. Kehujjahan
hadits mutawatir dan ahad
Nilai (kehujjahan) hadits mutawatir adalah 'dlaluri', jadi harus diterima dan dilakukan. Mempercayai
(kebenaran)nya adalah pasti (qath’i). Sanadnya juga tidak
diperselisihkan, baik itu tentang adil maupun dlabit, karena adanya sarat2
seperti yang dijelaskan diatas (bahwa: rawi adalah sekelompok orang), sehingga
tidak mungkin ada kebohongan. (mutlak diterima kebenarannya)
Berdasarkan istilah periwayatan hadits, hadits ahad
bisa dihukumi shahih, hasan, dan dlaif. Para ulama sepakat bahwa hadits ahad
bisa diterima selama keterangan (hadits)nya maqbul. (diterima berdasarkan
standar yang sudah ada).
Diambil dari makalah “Inqisamu al Hadits” karya Hakki
A.L. dan Arina R. (2012),
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang
(TANYA-JAWAB)
The questions:
1. Bagaimana kata-kata
sami’na, roaina dll bisa menjadi salah satu sarat dalam hadits
mutawatir?
Kata-kata tersebut membuktikan spesifikasi periwayatan, dimana kaifiyah
(dalam menerima hadits) dijelaskan dengan istima’ atau intadhor. Tentu, saat
seorang rawi mendapatkan suatu hadits dengan cara melihat atau mendengarkan
secara langsung, maka otomatis hal ini menjadi nilai + bagi kualitas sebuah
hadits, dibanding dengan hanya menggunakan kata2 ‘an(عن),. Dapat
diketahui bahwa penggunaan kata sami’na, roaina dll membuktikan
kejujuran dan kesungguhan sang rawi, karena tidak hanya sekedar informasi yang
ia dapat, melainkan peristiwa dari Nabi.
2. Apakah yang
dimaksud dengan zanni dan qathi dalam hadits ahad dan mutawattir?, kemudian apa
pengaruhnya?
Zanni: berarti perkiraan (dugaan). Maksudnya: kebenaran hadits ahad memang
masih dipertanyakan, baik itu tentang sanad (rangkaian rawi), maupun matannya.
Sehingga perlu dikaji lebih lanjut tentang keadaan para rawi itu sendiri atau
bahkan redaksi matannya juga. Inti: “kita harus mempertanyakan kebenaran
(shahih) hadits ahad”
Sedangkan qath’i: berarti terputus (pasti). Maksudnya: ini adalah sifat
hadits mutawatir yang didalamnya tidak mungkin ada keraguan, “terputus” segala
prasangka atas ketidakbenarannya. Sehingga semua yang dikatakan/ dituliskan
oleh hadits mutawatir pasti benar dan berasal dari rasul, sepert penjelasan2
yang telah tertulis. Inti: “kita harus yakin dan membenarkan apa yang ada pada
hadits mutawatir”, yang boleh kita lakukan adalah menafsirkannya kembali.
3. Bagaimana makna
“asing” pada penjelasan hadits gharib?
Hadits tersebut dinamai seperti itu karena pada sejarahnya, ada sebagian
hadits (atau bahkan banyak) yang memang pada zamannya tidak terkenal sampai ke
khalayak “umum”, dimana hanya beberapa daerah (di jazirah arab) khusus yang
mengetahuinya. Ada beberapa kemungkinan:
a. Hadits tersebut
memang disampaikan kepada beberapa shahabat secara khusus, tanpa ada orang lain
yang mengetahuinya (pada waktu penerimaan)
b. Ada hadits yang
hanya tersebar atau digunakan di suatu daerah, sehingga daerah2 lain tidak
mengenal hadits tersebut. Sehingga disebut “asing”.
4. Sebenarnya,
bagaimanakah cara kerja hadits mutawatir amali?
Berdasarkan peristiwa2 yang terjadi pada zaman rasulullah –yang ada kemiripan-,
hal itu didapat dari beberapa periwayatan, kemudian ditentukan apa yang sama, setelah
itu, dapat dianalisa bahwa itulah yang bisa kita katakan sebagai sesuatu
(hadits) yang terkenal (karena riwayat2 tersebut berasal dari tempat2 /daerah
yang berbeda2) dan juga telah ada fakta dan buktinya (sejarah tidak dapat
dibantahkan). Hal ini memungkinkan terbentuknya kebenaran obyektif, dimana ada
“kesepakatan” secara tidak langsung di antara riwayat2 tersebut. Inilah yang
kemudian menjadikannya mutawatir.
5. Bagaimana makna
mashur sebenarnya dan bagaimana pembagiannya, dan apa sj contohnya?
Makna masyhur diartikan sebagai dikenalnya suatu hadits di beberapa daerah
pada zamannya. Namun sekarang, pemaknaan kata masyhur juga bisa berkembang
menjadi hadits yang terkenal di salah satu bidang ilmu. Menurut kitab taysir
mushtolahul hadits, hal 24:
-
Masyhur di kalangan para ahli hadits, (أن رسول الله ص.م. قنت شهرا بعد الركوع .....(عن أنس))
-
Masyhur di kalangan para ahli hadis, ulama, dan orang
awam (المسلم من
سلـم المسلمون ...)
-
Masyhur di kalangan fuqaha(أبعض الحلال الى الله الطلاق.)
-
Masyhur di kalangan ahli ushul(رفع عن أمتى الخطأ والنسيان......)
-
Masyhur di kalangan nihah(نعم العبد صهيب. لو لم يخف.......)
-
Masyhur di kalangan orang umum(الأجلة من الشيطان.)
6. Bagaimana
penjelasan tingkatan yang berbeda antara hadits ahad masyhur dan mutawatir
tentang jumlah rawi? Apa perbedaan kualitas rawi2nya, yang satu mengatakan
minimal 4, dan yang satu mengatakan >3.
(maaf, hanya dugaan). Dalam hal ini, yang dimaksud berbeda kualitasnya
adalah tentang tingkatan keadilan dan kedhabitan, dimana hadits mutawatir (jika
memang jumlah rawinya hanya sedikit) lebih kuat ke-tsiqqoh-annya dari
pada rawi di hadits ahad (meskipun itu masyhur).
7. Apakah mungkin,
ada perbedaan pendapat dalam pengelompokan hadits anad, antara masyhur, aziz,
dan gharib.?
Berdasarkan jumlah perawi itu sendiri, hal itu tidak mungkin dapat terjadi,
karena pembagiannya sudah jelas. (maaf saya juga kurang tahu, mslh perbedaan,
mungkin ini berkaitan dengan pembagian hadits gharib, hehe)
8. Adakah pembagian
dalam hadits gharib? Karena beberapa sumber mengatakan tentang gharib mutlak
dan nisby?
-
G muthlak: memang asli rawinya hanya satu, ex. (إنما الأعمال بــالنيات.....(عن عمر))
-
G nisby: pada asalnya rawinya lebih dari satu, namun
pada redaksinya dijadikan hanya satu. (مالك عن الزهرى عن أنس ر.ه. أن النبي ص.م. دخل مكة وعلى رأسه المغفار....), sanadnya menjadi (مالك عن الزهرى أن النبي ص.م. دخل مكة....)
Translated and Written by:
Zackq
0 Response to "Pembagian Hadits: Mutawatir dan Ahad (Indonesian version)"