Rumus Belajar Efektif[1]
oleh: Ahmad Muzaqqi
Kata
“belajar”, hampir semua orang mengenalnya, terlebih kaum intelektual semacam
mahasiswa. Hal ini memang merupakan salah satu hal penting dalam proses
pencarian ilmu, bahkan sering disebut sebagai inti dari proses itu sendiri.
Banyak slogan yang menggunakannya sebagai penyemangat bagi para pencari ilmu,
semisal slogan “Belajar, Belajar, dan Belajar” yang kerap keluar dari
mulut-mulut “Sang pendidik”.
Ya,
inilah kenyataan yang sering terjadi di sekitar kita. Namun, secara tidak sadar banyak dari kita yang
sering melupakan tentang praktek -yang memang menjadi poin dalam segala hal-
riil dari belajar itu sendiri, bahkan tak menyadari kesalahan-kesalahan yang terjadi
di dalamnya. Dari sini, efek yang diakibatkan pun menjadi sangat fatal, mulai dari “hampir” stres, sampai
kerusakan jaringan ingatan otak (baca: ingatan jangka pendek). Lebih banyak
waktu dan bahab bukan menjadi solusi, lalu apakah yang kita butuhkan?
Hanya
konsentrasi. Mungkin terdengar terlalu aneh, namun seperti apa yang tertuliskan
dalam buku berjudul Meningkatkan 200 kali Lipat Kekuatan Otak tentang
teori konsentrasi. Konsentrasi menjadi hal pertama dan utama dalam mencapai
sebuah pengetahuan. Bayangkan saja, jika seseorang yang sedang menghafal, atau
membaca buku selama berjam-jam, tanpa mempedulikan dan berusaha meningkatkan
konsentrasinya, maka hanya kebingungan, kegagalan, dan distorsi perasaan
yang didapat. Bahkan tak jarang orang tersebut marah dan menunjukkannya dengan
memaki-maki si materi atau sang pengajar dengan lantangnya. Bukan
itu yang dicari, bukan?
Dari
sini, sebuah masalah pun mengeruak tentang ihwal yang dapat mendatangkan keadaan
berkonsentrasi yang baik. Dan
jawabannya tentu beragam, mulai dari penataan kembali konsep belajar sampai penyesuaian
mood, keadaan sekitar, dan stamina tubuh.
Namun
tak sejauh itu, hanya dengan menaja kembali inti konsentrasi, hampir semua
orang dapat melakukannya dengan baik. Konsentrasi berpusat pada kegiatan penyatuan
dan pem-fokus-an pikiran, tekad, mood, dan keinginan untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam salah satu kutipan, konsentrasi sering disandarkan
dengan proses pengosongan batin. Salah satu cara yang hampir selalu disisipkan
dalam teori konsentrasi adalah menenangkan pikiran dengan memejamkan mata, lalu
mengimajinasikan sesuatu -entah tempat atau seseorang- yang dapat mendatangkan
suasana santai, dan kemudian mencoba memperjelas tujuannya -ingin dicapai dalam
berkonsentrasi-.
Namun,
pada dasarnya konsentrasi dapat diwujudkan dengan berbagai cara, dan itu harus
disesuaikan dengan pribadi masing-masing. Meskipun teralu sulit, tapi itulah
kenyataannya.
[1] Artikel ini pernah dimuat dalam
Buletin Elmanhaj, LPM IDEA iAIN Walisongo Semarang, Edisi Mei 2012
0 Response to "Kenyataan dalam Belajar : Efektif??"