Find, do, and show your life

Banner 468 x 60

Loading...

Pengertian dan Konsep Qiyas



Oleh: Hilyatuz Zulfa
(Mahasiswa Jurusan Tafsir dan Hadits, Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang)

         



         PENGERTIAN  QIYAS

Qiyas menurut bahasa Arab berarti menyamakan,membandingkan,atau mengukur,. Menurut para ulama Ushul fiqih, Qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau perstiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat antara kedua kejadian atau peristiwa tersebut.
Suatu Qiyas hanya dapat dilakukan apabila telah diyakini bahwa benar-benar tidak ada satupun nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum suatu peristiwa atau kejadian.
Contoh :
1.      Minum narkotik, untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash, yaitu perbuatan minum khamar. Antara minum narkotik dan minum khamar ada persamaan illatnya, yaitu sama-sama berakibat memabukkan para peminumnya,sehingga dapat merusak akal. Berdasarkan persamaan illat itu maka ditetapkanlah hukum minum narkotik itu haram,seperti huku meminum khamar.  Firman Allah SWT :

يآايها الذين آمنوآ انما الخمر والميسر والانصاب والازلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون (المائده : 90)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamar,berjudi,menyembah patung dan mengundi nasib dengan anak panah tidak lain hanyalah suatu yang kotor,termasuk perbuatan syaitan,karena iu hendaklah kamu jauhi agar kamu mendapat keberuntungan (Q.S. al-Maidah : 90)
2.      Melakukan suatu pekerjaan, seperti mencangkul sawah, bekerja di kantor, dan sebagainya saat mendengar adzan shalat jum’at,kegiatan itu belum ditetapkan hukumnya. Maka dalam menentukan hukumnya dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasakan nash, yaitu seperti kegiatan jual beli. Kegiatan semacam itu diharamkan karena akan mengganggu shalat. Firman Allah SWT :
يآايها الذين آمنوآ اذانودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعوا الى ذكرالله وذروالبيع ذلكم خيرلكم انكنتم تعلمون ( الجمعة :9)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan (adzan) untuk sembahyang hari jum’at, maka hendaklah segera mengingat Allah (shalat Jum’at) dan meninggalkan jual-beli. Yang demikian itu lebih baik unukmu jika kamu mengetahui. (Q.S. al-Jum’ah : 9)

     DASAR HUKUM QIYAS
Sebagian besar para ulama fiqh sependapat bahwa Qiyas dapat dijdikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum ajaran islam. Hanya mereka berbeda pendapat tentang kadar penggunaan Qiyas atau macam-macam Qiyas yang boleh digunakan dalam menentukan hukum. Namun mereka baru melakukan Qiyas apabila tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasarnya.
Mengenai dasar hokum Qiyas bagi yang memperbolehkannya sebagai hujjah yaitu :
1.      Al-Qur’an

يآايهاالذين آمنوا اطيعوا الله واطيعوا الرسول واولى الامرمنكم فان تنازعتم في شئ فردوه الى الله والرسول ان كنتم تؤمنون باالله واليوم الآخر ذلك خيرواحسن تأويلا (النساء: 59)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan Ulil amri kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul,jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S An-Nisa’: 59)

Dari ayat di atas dapat diambil pengertian bahwa Allah SWT memerintahkan kaum muslimin agar menetapkan segala sesuatu berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika tidak ada di dalam keduanya,maka hendaklah mengikuti pendapat Ulil Amri.

2.      Al-Hadits
Setelah Rasulullah SAW melantik Mu’az bin Jabal sebagai gubernur Yaman, beliau bertanya kepadanya:
كيف تقضى اءذا عرض لك قضاء ؟ قال : أقضى بكتاب الله. قال : فاءن لم تجد في كتاب الله ؟ قال : فبسنة رسول الله. قال :فاءن لم تجدفى سنة رسول الله. قال: أجتهد رأيى ولاآلو. فضرب رسول الله صدره وقال: الحمد لله الذي وفق رسول رسول الله لمايرضى الله ورسوله.
 (رواه احمدوابوداودوالترمذي )
Artinya : Bagaimana (cara) kamu menentukan hokum apabila dikemukakan suatu peristiwa kepadamu? Mu’az menjawab: Akan aku tetapkan berdasarkan Al-Qur’an. Jika engkau tidak memperolehnya dalam Al-Qur’an? Mu’az berkata: akan aku tetapkan dengan sunah Rasulullah. Jika engkau tidak memperoleh sunah Rasulullah? Mu’az menjawab: aku akan berijtihad dengan menggunakan akalku dengan berusaha sungguh-sungguh. (Mu’az berkata) : Lalu rasulullah SAW menepuk dadanya dan berkata: Segala puji bagi Allah yang telah member petunjuk petugas yang di angkat Rasulullah, karena ia berbuat sesuai dengan yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. (H.R.Ahmad Abu Daud dan At-Tirmizi).
3.      Perbuatan sahabat
Khalifah Umar bin Khattab pernah menulis surat kepada Abu Musa Al Asy’ari yang memberikan petunjuk bagaimana seharusnya sikap dan cara seseorang hakim mengambil keputusan. Diantara isi surat beliau adalah:
ثم افهم فيما أدلى اليك مما وردعليك مما ليس في القرآن ولاسنة ثم قايس الامورعندذلك. واعرف الأمثال ثم اعمد فيماترى الى أحبها الى الله واشبهها بالحق
Artinya: ……..kemudian fahamilah benar-benar persoalan yang dikemukakan kepadamu tentang perkara yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Kemudian lakukanlah qiyas dalam keadaan demikian terhadap perkara-perkara itu dan carilah cotoh-contohnya, kemudian berpeganglah kepada pendapat engkau yang paling baik di sisi Allah dan yang paling sesuai dengan kebenaran……….

4.      Penalaran akal
Bahwasanya nash-nash Al-Qr’an dan Assunah terbatas jumlahnya dan ada habisnya. Sedangkan kejadian dan persoalan manusia tidak terbatas jumlahnya. Ma qiyas merupakan sumber pembentukan hokum yang sejalan dengan kejadian yang terus menerus datang dan menyingkap hokum syari’at terhadap berbagai peristiwa baru. Dan bahwasanya qiyas merupakan dikuatkan  oleh fitrah yang sehat dan logika yang benar.
Mengenai alasan golongan yang tidak menerima Qiyas :
1.      Menurut mereka qiyas dilakukan atas dasar dhan (dugaan keras), dan illatnyapun ditetapkan berdasarkan dugaan keras pula, sedang Allah SWT melarang kaum muslimin mengikuti sesuatu yang dhan, Firman Allah SWT:
ولا تقف ماليس لك به علم.......(الاسرأ: 36)
 Artinya: Jangan kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang itu…….(Q.S. Al-Isra’: 36)
2.      Sebagian sahabat mencela sekali orang yang menetapkan pendapat semata-mata berdasarkan akal pikiran, seperti pernyataan Umar bin Khattab:
اياكم وأصحاب الرأي فاءنهم أعداء السنن أعيتهم الاحاديث أن يحفظوها فقالوا بالرأي فضلوا وأضلوا
Artinya: Jauhilah oleh kamu golongan rasionalisme, karena mereka adalah musuh ahli sunah. Karena mereka tidak sanggup menghafal hadits-hadits,lalu mereka menyatakan pendapat akal mereka (saja),sehingga mereka sesat dan menyesatkan orang.





     RUKUN QIYAS

      -  Ashal
Ashal,yang berarti pokok,yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Ashal disebut juga maqis ‘alaih (yang menjadi ukuran) atau musyabbah bih (tempat menyerupakan), atau mahmul ‘alaih (tempat membandingkan)
      -   Fara’
Fara’ yang berate cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasarnya.Fara’ disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah ( yang diserupakan ) atau mahmul (yang dibandingkan).
      - Hukum ashal
Yaitu hokum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan hokum itu pula yang akan ditetapkan pada fara’ seandainya ada persamaan illatnya.
     -   ‘Illat
Yaitu suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara’. Seandainya sifat itu ada pula pada fara’, maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hokum fara’ sama dengan hokum ashal.

Contoh : menjual harta anak yatim adalah suatu peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasarnya. Peristiwa ini disebut Fara’. Untuk menetapkan hukumnya, maka dicari suatu peristiwa lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash yang illatnya sama dengan peristiwa pertama. Peristiwa kedua ini memakan harta anak yatim, yang disebut ashal. Peristiwa kedua ini telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash yaitu haram (hokum ashal) yang berdasarkan Firman Allah SWT:
اءن الذين يأكلون اموال اليتامى ظلما انما ياءكلون فى بطونهم نارا وسيصلون سعيرا (النساء: 10)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzalim sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (Q.S.An-nisa’ :10)

Persamaan illat antara kedua peristiwa ini, ialah sama-sama berakibat berkurang atau habisnya harta anak yatim. Karena itu ditetapkan hokum menjual harta anak yatim sama dengan memakan harta anak yatim yaitu sama-sama haram. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan :
·         Ashal                     : memakan harta anak yatim
·         Fara’                      : menjual harta anak yatim
·         Hukum ashal         : haram
·         Illat                        : mengurangi atau menghabiskan harta anak yatim


      SYARAT-SYARAT QIYAS 
1.     Ashal dan Fara’
Ashal disyaratkan berupa peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash, sedang Fara’ berupa peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan dasarnya. Hal ini berarti bahwa seandainya terjadi qiyas, kemudian diketemukan nash yang dapat dijadikan sebagai dasarnya,maka qiyas itu batal dan hukum Fara’ itu ditetapkan berdasarkan nash yang baru ditemukan itu.

2.     Hukum ashal
a.       Hokum ashal itu hendaklah hokum syara’ yang amali yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Hal ini diperlukan karena yang akan ditetapkan itu adalah hokum syara’,sedangkan sandaran hokum syara’ itu adalah nash. Atas dasar yang demikian, maka jumhur ulama berpendapat bahwa ijma’ tidak boleh menjadi sandaran qiyas, karena ijma’ adalah hokum yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan, tidak memiliki sandaran, selain dari kesepakatan para mujtahid.
b.      Illat hokum ashal itu adalah illat yang dapat dicapai oleh akal. Jika illat hokum ashal itu tidak dapat dicapai oleh akal, maka tidaklah mungkin hokum ashal itu digunakan untuk menetapkan hokum pada peristiwa atau kejadian yang lain (fara’) secara qiyas.
c.       Hokum ashal itu tidak merupakan hokum pengecualian atau hokum yang berlaku khusus untuk satu peristiwa atau kejadian tertentu. Hokum ashal macam ini ada dua macam,yaitu:
·         Illat hokum itu hanya ada pada hokum ashal saja, tidak mungkin pada yang lain. Seperti dibolehkannya mengqasar shalat bagi orang musafir. Illat yang masuk akal dalam hla ini ialah untuk menghilangkan kesukaran atau kesulitan (musyaqqat). Tetapi Al-qur’an dan hadits menerangkan bahwa illatnya itu bukan karena musyaqqat tetapi karena adanya safar (perjalanan).
·         Dalil (al-qur’an dan hadits) menunjukkan bahwa hokum ashal itu berlaku khusus, tidak berlaku pada kejadian atau peristiwa yang lain. Seperti beristri lebih dari empat hanya diperbolehkan bagi Rasulullah SAW.

3.     ‘Illat
Illat merupakan sifat dan keadaan yang melekat pada peristiwa atau perbuatan hokum yang terjadi dan menjadi sebab hokum, sedangkan hikmah adalah akibat positif dan hasil yang dirasakan kemudian setelah adanya peristiwa hokum. Contoh seorang musafir boleh mengqosor shalatnya,seperti mengerjakan shalat dzuhur yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Hikmahnya adalah untuk menghilangkan kemudharatan. Hikmah ini hanya merupakan dugaan saja dan tidak dapat dijadikan dasar atau tidaknya hokum, sedangkan illat adalah suatu yang nyata dan pasti, seperti safar (dalam perjalanan) menyebabkan seorang boleh mengqasar shalat.

a.      Syarat-syarat ‘Illat
1.      Sifat illat itu hendaknya nyata, masih terjangkau oleh akal dan pancaindera.
2.      Sifat illat itu hendaklah pasti, tertentu, terbatas dan dapat dibuktikan bahwa illat itu ada pada fara’, karena azas qiyas itu ialah adanya persamaan illat antara ashal dan fara’.
3.      Illat harus berupa sifat yang sesuai dengan kemungkinan hikmah hokum, dengan arti bahwa keras dugaan bahwa illat itu sesuai dengan hikmah hukumnya. Contoh : pembunuhan dengan sengaja adalah sesuai dengan keharusan adanya qishash, karena dalam qishash itu terkandung suatu hikmah hokum yaitu untuk memelihara kehidupan manusia.
4.      Illat itu tidak hanya terdapat pada ashal saja, tetapi harus berupa sifat yang dapat pula diterapkan pada masalah-masalah lain selain dari ashal itu. Seperti hokum-hukum yang khusus berlaku bagi Nabi Muhammad SAW tidak dijadikan dasar qiyas. Misalnya mengawini wanita lebih dari empat orang, berupa ketentuan khusus yang berlaku bagi beliau, tidak berlaku bagi orang lain.

b.      Pembagian ‘Illat
1.      Munasib mu’tsir, yaitu persesuaian yang diungkapkan oleh syara’ dengan sempurna, atau dengan perkataan lain bahwa pencipta hokum (syara’) telah menciptakan hokum sesuai dengan sifat itu. Contoh dalam Q.S.al-baqoroh: 222, Allah SWT ( sebagai Syara’) telah menetapkan hokum, yaitu haram mencampuri isteri yang sedang haidh. Sebagai dasar penetapan hokum itu ialah kotoran, karena kotoran itu dinyatakan dalam firman Allah SWT di atas sebagai illatnya. Kotoran sebagai sifat yang menjadi sebab haram mencampuri isteri yang sedang haidh adalah sifat yang sesuai dan menentukan penetapan hokum.
2.      Munasib mula-im, yaitu persesuaian yang diungkapkan syara’ pada salah satu jalan saja. Maksudnya ialah persesuaian itu tidak diungkapkan syara’ sebagai illat hokum pada masalah yang sedang dihadapi, tetapi diungkapkan sebagai illat hokum dan disebut dalam nash pada masalah yang lain yang sejenis dengan hokum yang sedang dihadapi.
3.      Munasib mursal, yaitu munasib yang tidak dinyatakan dan tidak pula diungkapkan oleh syara’. Munasib ini berupa sesuatu yang nampak oleh mujtahid bahwa menetapkan hokum atas dasarnya mendatangkan kemaslahatan, tetapi tiada dalil yang menyatakan bahwa syara’ membolehkan atau tidak membolehkannya, seperti membukukan Al-qur’an dalam satu mushaf, tidak ada dalil yang membolehkan atau melarangnya. Tetapi kholifah Utsman bin Affan melihat kemaslahatannya bagi seluruh kaum muslimin.
4.      Masaalikul  mulghaa,  yaitu munasib yang yidak diungkapkan oleh syara’ sedikitpun, tetapi ada petunjuk yang menyatakan bahwa menetapkan hokum atas dasian. Illat yang demikian disebut illat manshush ‘alaih. Melakukan qiyas berdasarkan illat yang disebutkan oleh nash pada hakikatnya adalah menetapkan hokum sesuatu berdasarkan nasharnya diduga dapat mewujudkan kemaslahatan. Cotoh, keadaan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam kerabat. Atas dasar persamaan itu mungkin dapat ditetapkan pula persamaan mereka dalam warisan. Tetapi syara’ mengisyaratkan pembatalannya dengan menyatakan bahwa bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan.

c.       Masalikul ‘Illat (cara mencari Illat)
Ialah cara atau metode yang digunakan untuk mencari sifat atau illat dari suatu peristiwa atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hokum. Di antara cara tersebut, ialah :
1.      Nash yang menunjukkannya
Dalam hal ini nash sendirilah yang menerangkan bahwa suatu sifat merupakan illat hokum dari suatu peristiwa atau kejadian. Illat yang demikian disebut illat manshush ‘alaih. Melakukan qiyas berdasarkan illat yang disebutkan oleh nash pada hakikatnya adalah menetapkan hokum sesuatu berdasarkan nash. Petunjuk nash tentang sifat sesuatu kejadian atau peristiwa yanag merupakan illat itu ada dua macam, yaitu:
a.       Dalalah sharahah, ialah penunjukan lafadz yang terdapat dalam nash kepada illat hokum jelas sekali. Atau dangan perkataan lain bahwa lafadz nash itu sendiri yang menunjukkan illat hokum dengan jelas,seperti ungkapan yang terdapat dalam nash : supaya demikian atau sebab demikian.
Dalalah sharahah ada dua yaitu: Dalalah sharahah yang Qath’I, ialah apabila penunjukan kepada illat hokum itu pasti dan yakin, tidak mungkin dialihkan kepada hokum yang lain. Dalalah sharahah yang dhanni, ialah apabila penunjukan nash kepada illat hokum itu adalah berdasarkan dugaan keras (dhanni), karena kemungkinan dapat dibawa kepada illat hokum yang lain.
b.      Dalalah Ima’ ( isharah), ialah petunjuk yang difahami dari sifat yang menyertainya, atau dengan perkataan lain ialah ada suatu sifat yang menyertai petunjuk itu dan sifat itu merupakan illat ditetapkannya suatu hokum. Jika penyertaan sifat itu tidak dapat difahamkan demikian, maka tidak ada gunanya menyertakan sifat itu.

2.      Ijma’ yang menunjukkannya  
Maksudnya, ialah illat itu ditetapkan dengan ijma’, belum baligh (masih kecil) menjadi illat dikuasai oleh wali harta anak yatim yang belum baligh. Hal ini disepakati oleh para ulama.

3.      Dengan penelitian
a.)    Munasabah ialah persesuaian antara sesuatu hal, keadaan atau sifat dengan perintah atau larangan. Persesuaian tersebut ialah persesuaian yang dapat diterima akal, karena persesuaian itu ada hubungannya dengan mengambil manfaat dan menolak kerusakan atau kemudharatan bagi manusia.
b.)    Assabru wa taqsim ialah meneliti kemungkinan-kemungkinan sifat-sifat pada suatu peristiwa atau kejadian, kemudian memisahkan atau memelihra diantara sifat-sifat itu yang paling tepat dijadikan sebagai illat hokum.
c.)    Tanqiihul manath ialah mengumpulkan sifat-sifat yang ada pada fara’ dan sifat-sifat yang ada pada ashal, kemudian dicari yang sama sifatnya. Sifat-sifat yang sama dijadikan sebagai illat, sedangkan sifat yang tidak sama ditinggalkan.
d.)   Tahqiqul manath ialah sepakat menetapkan illat pada ashal, baik berdasarkan nadh atau tidak, kemudian illat itu disesuaikan dengan illat pada fara’.

       PEMBAGIAN QIYAS
1.      Qiyas ‘Illat
Ialah qiyas yang mempersamakan ashal dengan fara’, karena keduanya mempunyai persamaan illat. Qiyas illat dibagi menjadi dua yaitu:
a.)    Qiyas Jali, ialah qiyas yang illatnya berdasarkan dalil yang pasti, tidak ada kemungkinan lain selain dari illat yang ditunjukkan oleh dalil itu.
b.)    Qiyas khafi, ialah qiyas yang illatnya mungkin dijadikan illat dan mungkin pula tidak dijadikan illat.

2.      Qiyas Dalalah
Ialah qiyas yang illatnya tidak disebut, tetapi merupakan petunjuk yang menunjukkan adanya illat untuk menetapkan sesuatu hokum dari suatu peristiwa. Contoh ibadat hanya diwajibkan kepada orang yang mukallaf, termasuk di dalamnya orang yang telah baligh, tetapi tidak diwajibkan kepada anak kecil (orang yang belum baligh). Karena itu anak kecil tidak wajib menunaikan zakat hartanya yang telah memenuhi syarat-syatar zakat.



3.      Qiyas Syibih
Ialah qiyas yang fara’ dapat diqiyaskan kepada dua ashal atau lebih, tetapi diambil ashal yang lebih banyak persamaannya dengan fara’. Seperti hokum merusak budak dapat diqiyaskan kepada hokum merusak orang merdeka, karena keduanya adalah manusia. Tetapi dapat pula diqiyaskan kepada harta benda, karena sama-sama merupakan hak milik.



DAFTAR PUSTAKA

1.      Drs. Muin Umar, Drs. H. Asyumi A.Rahman, dkk. Ushul Fiqih, Departemen Agama 1986
2.      Prof. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu ushul fiqih
3.      Drs. H.A. Syafi’I karim, Ushul fiqih, untuk Fakultas Tarbiyah komponen MKDK 

0 Response to "Pengertian dan Konsep Qiyas"

  • Berkomentarlah dengan sopan dan bijak sesuai dengan isi konten.
  • Komentar yang tidak diperlukan oleh pembaca lain [spam] akan segera dihapus.
  • Apabila artikel yang berjudul "Pengertian dan Konsep Qiyas" ini bermanfaat, share ke jejaring sosial.
Konversi Kode